Beberapa waktu yang lalu sempat viral pernyataan dari salah satu tokoh ormas Islam yang menyatakan bahwa: “๐ฎ๐ข๐ฏ๐ถ๐ด๐ช๐ข ๐ข๐ต๐ข๐ถ ๐ด๐ถ๐ข๐ต๐ถ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ด๐ข ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ญ๐ฆ๐ฃ๐ช๐ฉ ๐ฅ๐ช๐ฉ๐ข๐ณ๐จ๐ข๐ช ๐ซ๐ช๐ฌ๐ข ๐ข๐ฌ๐ฉ๐ญ๐ข๐ฌ๐ฏ๐บ๐ข ๐ฎ๐ถ๐ญ๐ช๐ข, ๐ฃ๐ถ๐ฅ๐ข๐บ๐ข๐ฏ๐บ๐ข ๐ฃ๐ข๐จ๐ถ๐ด, ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐ฃ๐ถ๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ข๐จ๐ข๐ฎ๐ข๐ฏ๐บ๐ข”. Topik ini akan menjadi pembahasan yang menarik untuk dikupas dalam kajian keIslaman Mualaf Center Nasional Aya Sofya Kota Malang karena sontak pernyataan itu menjadi polemik yang menyebabkan perang pemikiran terhadap aktivis muda yang bisa saja dilema antara aqidah dan akhlaq.
Padahal keduanya harus berjalan berdampingan. Jangan sampai karena pemikiran yang salah dapat mendegradasi keimanan kita. Sangat miris jika kebingungan itu justru disampaikan oleh Tokoh Islam. Sehingga hal inilah ditanggapi oleh Gus Mbethik sebagai Pakar Kristologi sekaligus Budayawan dalam podcast bersama Mualaf Center Nasional Aya Sofya Kota Malang.
Continue reading