Pada kali ini Mualaf Center Aya Sofya Tolikara berhasil melakukan wawancara dengan pemuda Yahudi di Indonesia. Beliau bernama Yitzhaq Ben Avraham. Seseorang yang ingin menegakan kebenaran sebagaimana kebenaran itu nyatanya telah disimpangan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Yaitu oleh agama lain dengan mengatas namakan Torah dan mengacak-ngacak isi kitab suci umat Yahudi.
Semestinya kitab suci harus dipahami dengan bahasa aslinya menurut tradisi yang diwariskan secara generasi kegenerasi, bersanad, dan juga syariat yang terkandung didalamnya. Nyatanya hal itu tidak dipahami oleh agama lain dan berusaha untuk menyelewengan hal itu. Mereka mengubah makna dengan terjemahan yang dilakukan oleh bapak-bapak gereja. Agama lain itu adalah agama Kristen yang berdiri sejak 2000 tahun yang lalu, tepatnya pada abad ketiga, empat, dan kelima.
“Jadi tugas saya adalah melawan itu semua karena jika tidak ada yang membela, lantas mereka akan selalu mengatas namakan kitab Torah. Bahkan mereka juga berani mengatakan bahwa Tuhan menjadi manusia. Sesungguhnya itu adalah menghinaan luar biasa terhadap tuhan yang maha pencipta alam semesta”. Jelasnya dengan perasaan yang tidak terima.
“Sehingga melihat hal itu membuat saya marah dan saya pun terjun kedunia perdebatan”. Tambahnya.
Anda sebenarnnya Muslim atau Yahudi?
“Kalau kita bilang masalah Muslim atau Yahudi, itukan sebutan orang yang diatributkan kepada saya. Jadi saya sendiri sebenarnya tidak peduli jika orang-orang menyebut saya siapa karena yang terpenting adalah saya melawan orang yang berusaha menyimpangkan kitab Torah tersebut”. Katanya dengan penuh misteri saat menjelaskan agama yang sedang dianutnya.
Jika kita melihat konsep agama Islam itu menyebutkan bahwa semua nabi-nabi itu seorang muslim padahal mereka tidak membawa kitab suci Al-Qur’an. Dalam kitab Torah juga ada istilah semacam itu yakni Shamár Mitzvah yang artinya menjaga perintah-perintah. Sedangkan orang yang melakukan Torah disebut Shadiq atau orang yang shaleh atau benar, sedangkan orang yang melanggar Torah disebut orang jahat.
Agama Yahudi sama seperti seluruh agama lainnya yang mengajarkan tata cara peribadahan yang masing-masing disebut dalam berbagai nama, bahasa, dan berbagai macam ritual gerakan. Jadi orang bani Israel juga melakukan ibadah yang disebut Tefillah yakni gerakan untuk melakukan penghormatan, pemujaan, dan juga peribadatan kepada tuhan.
Anda mengatakan bahwa membenci orang yang menyimpangan Torah, siapa yang anda maksud?
“Terutama orang Kristen yang seringkali melakukan penyimpangan dengan mengatas namakan bahwa:kitab mereka adalah sebagaimana kitab orang Yahudi dan mereka telah melanjutkan ajaran Yahudi. Padahal dalam Torah juga tidak perna menyebut nama Yahudi melainkan adalah Israel”. Jelasnya dengan penuh ketidak puasan.
Torah menyebutkan jika terdapat orang yang memuliakan Tuhan dengan menjaga peritah-perintah (Shamár Mitzvah) dan menjahui larangannya disebut Yahudim. Ada juga orang bani Israel yang melakukan Torah disebut Shamárim yang artinya penjaga-penjaga.
Torah juga menjelaskan tentang proses penciptaan alam semesta yang dilakukan oleh Tuhan. Jika dalam bahasa Arab atau Indonesia nama Tuhan disebut Allah yang maha satu, tidak lahir, tidak mati, tidak terkurung dalam ruang dan waktu. Maka pertanyaan salah jika masih ada yang bertanya tentang keberadaan Tuhan karena memang Tuhan ada dimana-mana, dan seharusnsya tidak bisa juga disamakan antara tuhan yang menciptakan alam semesta dan ciptaannya yaitu manusia.
“Saya yang paling tidak setuju dengan orang yang menggunakan terjemahan dan mengatas namakan kitab Torah lalu mengacak-acak isinnya. Bahkan menafsirkan dengan kehendak isi hatinnya sendiri dan menurut agenda pribadinya”. Jelasnya dengan penuh kekecewaan.
Sebagai umat beragama pastinya juga akan kecewa dan marah jika kitab sucinya diacak-acak dan dimaknai dengan ketidak sesuaian. Begitu pula dengan umat Islam yang suka jika Al-Qur’an ditafsir sembarangan oleh agama lain tanpa menggunakan ajaran yang bersanat itu.
“Siapapun yang mengacak-acak kitab anda pasti anda akan marah, begitu juga dengan kami. Kitab kami diacak-acak oleh agama lain yang tidak bertanggung jawab, yang bahkan bahasannya juga tidak mengerti tapi berusaha untuk menafsirkan dengan seenaknya”. Tambahnya.
Seperti kita tahu bahwa terdapat berubahan kata yang dapat mengubah arti. Kalau kita lihat pada ayat dari kitab umat Kristen berikut ini:
TUHAN berfirman kepada Musa: “Naiklah menghadap Aku, ke atas gunung, dan tinggallah di sana, maka Aku akan memberikan kepadamu loh batu, yakni hukum dan perintah, yang telah Kutuliskan untuk diajarkan kepada mereka.” [Keluaran 24: 12]
Terdapat perbedaan dalam penerjemahan pada ayat ini kata Torah diubah menjadi hukum, padahal hukum itu definisinnya luas. Dalam pengertian bani Israel itu terdapat hukum keadilan yakni untuk orang-orang yang terjebak pada kriminalitas yang pastinya akan masuk ke pengadilan untuk dihakimi, kata hukum dalam bahasa Ibrani adalah Mispathin. Ayat itu adalah penyimpangan karena dalam bahasa aslinya jika diartikan adalah sebagai berikut:
Allah mengucapkan kepada Musa: “Naiklah kepadaku di gunung dan tinggalah di sana dan aku akan memberikan kepadamu Tukhot yang terbuat dari batu dan Torah dan perintah tunggal, yang aku telah tuliskan untuk mengintruksikan mereka.”
Sedangkan jika Torah diterjemahkan sebagai hukum itu adalah suatu kekeliruan karena sesungguhnya Torah artinya intruksi yang terdiri dari 248 perintah dan 365 larangan. Masing-masing perintah dan larangan itu diambil 5 sehingga menjadi 10 perkataan atau the 10 commandment.
Apakah di dalam Torah ada ajaran tentang Trinitas?
Jelas dalam Torah tidak mengajarkan tentang Trinitas karena sudah dijelaskan bahwa “tidak akan ada padamu sesembahan atau kekuatan lain didepan wajahku (kehadiran Tuhan)”. Sebagaimana juga berdasarkan pada ayat berikut ini:
“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa !”.
Bani Israel meyakini bahwa kitab mereka hanyalah Torah, Naviin, Ketuvim atau Tanakh. Kemudian orang Kristen menambahkan “perjanjian diperbaruhi” bukan berarti kitabnnya bernama Perjanjian Baru dan tidak ada kitab Matius, Lukas, Markus, Yohanes, dan lainnya. Sesungguhnya itu bukanlah kitab Yahudi dan bukan kitab bani Israel.
Kitab yang saat ini disebut kitab suci oleh umat Kristen nyatanya adalah kitab yang diciptakan oleh orang Yunani dan orang Syiriah. Jika di Yunani namanya Textus Receptus, sedangkan di Syiriah disebut Pasito.
Nama Yesus dalam literatur Bani Israel justru tidak ditemukan kalaupun ada yaitu nama seperti Yosua, Hosea, atau Yesua dalam bentuk aramaik. Sehingga oleh bani Israel, tidak menganggap kehadiran Yesus.
“Karena menurut kami karena dia adalah sosok yang tidak ada, dalam kenyataan dan sejarah kami dalam dunia ini dia tidak perna lahir dan tidak perna ada, melaikan hanya tulisan di kertas. Jadi kami menganggapnya dia tidak ada”. Jelasnya ketika kami bertanya pendapat tentang Yesus.
Perlu kita ketahui bahwa nama Yosua itu banyak, sebagaimana ketika di Indonesia terdapat nama Selamet, Budi, Joko, dan lainnya yang pasti banyak kita temukan karena itu nama umum. Bani Israel merasa tidak perna melakukan penyaliban kepada Yesus, sehingga ketika mengatakan Yosua yang disalib maka mereka tidak perna merasa menyalib siapapun karena dalam sejarah literatur juga tidak ada. Kalaupun diceritakan itu dalam kitab orang Kristen yang dikarang oleh Titus Flavius.
Menurut orang Yahudi, sebenarnya penyaliban Yesus itu dilakukan oleh orang-orang Roma yang mengkambing hitamkan umat Yahudi seolah-olah menjadi orang jahat. Jadi perjanjian baru penuh dengan cerita-cerita yang tidak jelas dan bahkan Paulus yang menjadi kebanggaan umat Kristen itu nasabnya tidak ada. Sebenernya perlu mengetahui bagaimana silsilah keluarganya agar para pengikutnya bisa lebih yakin.
Secara konsep logika, perjanjian baru itu tidak bisa berpijak tanpa Torah. Tanpa adanya kitab-kitab bani Israel yang disebut Tanakh maka perjanjian baru tidak memiliki pijakannya. Seluruh nubuat yang di klaim dalam perjanjian baru itu mengambil dari kitabnya orang Yahudi. Tetapi tidak kontekstual dan hanya satu ayat saja yang diambil dan dibuat suatu klaim.
(9-4) Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api. (9-5) Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. [ Yesaya 9: 4 – 5 ]
Sebagaimana contoh Yesaya 9: 4 – 5 diatas sebenarnya menceritakan tentang Raja Hizkiahu disebut sebagai pangeran kedamaian tapi mereka mengatakan bahwa pangeran kedamaian itu Yesus, padahal Yesus itu lahirnya masih 700 tahun yang akan datang. Ayat tersebut jelas bukan membicarakan tentang Yesus, sebagaimana diperjelas juga pada ayat berikut ini:
“Hizkia menjawab kepada Yesaya: “Sungguh baik firman TUHAN yang engkau ucapkan itu!” Tetapi pikirnya: “Asal ada damai dan keamanan seumur hidupku!”
Menurut anda yang disebut Injil itu yang mana?
“Kalau kita lihat dari pengertian bahasa yang diturunkan secara turun temurun. Kata Injil berasal dari bahasa Ibrani yang kemudian dialihkan kedalam bahasa Arab, bukan dari bahasa Yunani. Jika dari bahasa Yunani maka tulisannya adalah Euagelion. Orang Yahudi sebenarnya benci kepada Perjanjian Baru dan mereka mengatakan bahwa itu adalah lembaran kejahatan. Jadi oleh orang Yahudi, ajaran Kristen memang dianggap sesuatu yang sangat-sangat menyimpang.
Mereka sudah melanggar perintah untuk menyucikan Allah dengan adanya dogma Trinitas. Tapi jika kita merujuk pada pengertian yang lainnya maka Euagelion artinya adalah “tanpa lembaran”. Menurut umat Yahudi kalau memang sosok Isa dalam Al-Qur’an itu nyata. Lalu dia memberikan ajaran kepada muridnnya secara lisan (tanpa lembaran) berarti muridnya itu tidak mencatat ajarannya.
Jika kitab Injil ini muncul 300 tahun setelah penyaliban Yesus maka seharusnya perlu dipertanyakan dari mana mula-mula datangnya ayat-ayat itu. Jadi memang ajaran dari Yesus atau nabi Isa secara empiris jika memang ada berarti diajarkan secara lisan, tanpa lembaran, dan ajarannya diwariskan secara verbal tanpa harus dicatat.
“Tidak perna dituliskan dan diperintahkan untuk menuliskan kitab dengan judul Injil atau Euagelion. Jadi awal-mulanya ketika nabi Isa memberikan ajaran Torah secara lisan kepada muridnya tanpa lembaran, tanpa ditulis, dan semuanya dalam bentuk lisan. Muridnya hanya mendengarkan dan mempraktekannya tanpa mencatat. Jadi ketika semuanya sudah meninggal maka ajarannya punah. Jadi tidak ada bukti empiris dan historis yang bisa membuktikan bahwa kitab Injil itu perna ada”. Jelasnya.
Jadi dalam hal ini yang perlu dipertegas adalah bahwa perjanjian lama dan perjanjian baru yang disebut oleh umat kristen sebagai Injil. Itu bukanlah injil yang sebenarnnya. Dalam artian yang sebenarnya umat Islam juga masih pro kontra mengenai Injil, bahwa memang kitab bukan selalu berbentuk buku tapi bisa juga berupa ajaran. Sebagaimana “kitabullah” atau ajaran Allah. Jadi Injil adalah ajaran Torah lisan yang diwariskan oleh Isa kepada muridnya. Lalu ketika mereka meninggal dan hilang dari dunia ini maka ajaran itu juga akan ikut hilang bersama mereka.
Kitab sucinya umat Kristen muncul di abad ke 3-4, jadi sejak abad ke 1-3 mereka tidak memegang kitab. sehingga perlu dipertanyakan kebenarannya. Sedangan orang Israel sejak awal sudah memiliki kitab, begitu pula dengan umat Islam sejak awal sudah memiliki kitab walaupun prosesnnya berbeda.
Kalau orang Israel, kitab disalin dari manuskrip ke manuskrip sehingga huruf perlembarnnya itu harus sama. Kemudian orang Islam terlebih dahulu harus mendengarkan secara berulang-ulang kemudian mencatatnya. Sedangkan orang kristen, tiba-tiba 300 kedepan ada ada kitab yang tidak diketahui itu tulisannya siapa.
“Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai Agamaku dan Muhammad sebagai Nabi-ku dan Rasul utusan Allah”: maka aku adalah penjaminnya, dan akan aku gandeng dia dengan memegang tangannya, sampai aku memasukkannya ke dalam Surga. (HR. At-Thabrani)
Sesungguhnya Allah memerintahkan kita (ummat Islam) untuk senantiasa mengajak saudara kita yang belum mendapatkan hidayah Allah untuk berusaha mendapatkan hidayah-nya dengan cara belajar agama Islam. Bersama Mualaf Center Tolikara dan Mualaf Center Nasional Aya Sofya, siap membantu mualaf yang membutuhkan pertolongan baik secara fisik, materi, ataupun solusi dari masalah yang dialami seorang mualaf.
Kami siap melakukan edukasi atau advokasi bagi mualaf di seluruh Indonesia untuk mendalami dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kesehariannya. Serta membina para mualaf agar produktif dalam syi’ar dan dakwah. Membentuk mualaf yang mandiri secara finansial dalam kehidupan yang berlandaskan iman, taqwa, dan cinta tanah air.
Rekomendasi Artikel:
- Kajian Kristologi Mualaf Center Palembang: Pengakuan Pemuda Yahudi Tentang Ajaran Tauhid
- Kajian Kristologi Oleh Mualaf Center Madiun: Bersumber Dari Kitab Taurat yang Sama Tapi Ajarannya Berbeda Dengan Kristen
- Kajian Kristologi Mualaf Center Medan: Gus Mbethik, Agama Bukan Sebagai Iman Tapi Sebagai Pengetahuan
- Kajian Kristologi Mualaf Center Sumedang: Tanggapan Dr. Suryadi Tentang Islam Anti Toleransi Gara-Gara Kristologi
Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).
ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?
REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA
SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:
MUALAF CENTER AYA SOFYA
MEDIA AYA SOFYA
Website: www.ayasofya.id
Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA
YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA
Instagram: @ayasofyaindonesia
Email: ayasofyaindonesia@gmail.com
HOTLINE:
+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100
+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361