Hari yang Cerah, Hati yang Diterangi Hidayah
Di sebuah acara penuh kehangatan di Bekasi, suasana siang itu begitu cerah, secerah hati seorang lelaki bernama Agus Toni Halim yang bersiap mengucapkan dua kalimat syahadat.Dikelilingi oleh para ustaz dan jamaah, Toni tampak gugup tapi bahagia. Pria kelahiran tahun 1986 ini akhirnya memantapkan langkah hidupnya: berpindah dari keyakinan lamanya di gereja Pantekosta menuju Islam yang penuh kedamaian.
Dalam majelis itu hadir sejumlah tokoh dan guru seperti Ustaz Yadi, Ustaz Nasir, Ustaz Ahmad Kainama, dan Bunda Etika.
Acara dimulai dengan lantunan syahadat, doa, dan sapaan hormat kepada para alim ulama. Setelah itu, moderator memperkenalkan calon mualaf hari itu:
“Saudara baru kita bernama Ananda Agus Toni Halim, panggilannya Mas Toni,” ujarnya.
Seisi ruangan tersenyum hangat, menyambut langkah besar yang akan diambil Toni , sebuah perjalanan spiritual yang tidak mudah, namun sarat makna.
Awal Perjalanan: Dari Pantekosta ke Pencarian Kebenaran
Ketika ditanya, Toni menjelaskan bahwa ia sebelumnya adalah seorang jemaat Gereja Pantekosta (GBI), sering berpindah gereja namun tetap dalam aliran yang sama. Ia bukan orang yang asing terhadap kegiatan rohani. Namun, ada satu hal yang terus mengusiknya: pencarian kedamaian yang sejati.
“Aku sering nonton juga, sering dengar kisah Pak Yusuf Hamka,” kata Toni.
“Beliau dari etnis Tionghoa, tapi membangun masjid, beramal, hidupnya berkah buat semua orang. Aku lihat kebijaksanaan dan ketulusan beliau itu luar biasa.”
Dari sosok Yusuf Hamka, Toni mulai merenung: apa yang membuat seseorang bisa hidup dengan hati tenang dan penuh keberkahan, bahkan tanpa memandang materi? Ia mulai melihat bahwa Islam bukan sekadar agama, tapi jalan hidup yang membentuk pribadi yang rendah hati dan berorientasi pada amal.
“Aku ingin jadi seperti beliau, bisa jadi berkah buat orang lain,” ujarnya lirih.
“Karena di dunia ini kita sementara, jadi kita harus cari jalan yang benar-benar pasti.”
Pertanyaan Tentang Yesus dan Pencarian Makna Tuhan
Sebagai seorang yang tumbuh di lingkungan Kristen, Toni tentu sangat mengenal sosok Yesus.
Namun ketika ditanya oleh Ustaz:
“Menurut Pak Toni, siapa Yesus itu?”
Ia menjawab jujur:
“Juru Selamat, seperti yang diajarkan waktu aku sekolah minggu.”
Namun setelah mengenal Islam, Toni mulai memahami bahwa konsep Yesus sebagai juru selamat berbeda dalam pandangan Islam.
Ia baru tahu bahwa Islam juga mengenal Yesus (Isa ‘alaihissalam), tetapi bukan sebagai Tuhan, melainkan nabi yang diutus oleh Allah.
“Kalau di Islam, Tuhannya siapa?” tanya Ustaz.
“Allah, Pak,” jawab Toni dengan mantap.
Pemahaman sederhana ini menjadi pondasi awal keimanannya. Ia tahu bahwa dalam Islam, Allah adalah satu-satunya Tuhan, tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Nilai Islam yang Dirasakan: Tentang Salat dan Kebaikan
Toni sudah lama tertarik dengan Islam bahkan sebelum bersyahadat. Ia sering berbicara dengan teman Muslimnya tentang puasa dan salat.
“Aku tahu Islam itu salat lima waktu,” katanya. “Aku siap, Pak. Karena itu kewajiban.”
Ia juga memahami bahwa Islam mengajarkan kebaikan universal, namun dengan prinsip yang tegas terhadap keadilan.
“Aku lihat, kalau dunia bilang balas jahat dengan jahat, Islam justru mengajarkan sabar dan memaafkan.
Aku pikir, itu butuh latihan hati yang kuat,” ujarnya sambil tersenyum malu.
Tentang Keluarga dan Dukungan Ibu
Tidak semua mualaf beruntung mendapat restu keluarga, tapi Toni termasuk yang diberi kemudahan.
Ketika ditanya apakah keluarganya mengetahui keputusannya, ia menjawab dengan lega:
“Mama sudah tahu, Pak. Mama ridha, dan adik aku juga sudah Muslim.”
Toni bercerita bahwa ia anak pertama dari tiga bersaudara. Adiknya, Hendra, yang merupakan saudara kembar, sudah lebih dulu memeluk Islam sejak tahun 2013.
“Kalau Mama masih di Tangerang, dan Papa di Palembang. Mereka pisah, tapi gak ada yang marah soal ini,” katanya.
“Mama membebaskan anak-anaknya memilih keyakinan yang dianggap benar.”
Kedamaian dalam keluarganya menjadi berkah tersendiri. Tidak ada pertentangan, tidak ada paksaan. Ia hanya ingin hidup dengan tenang dan berbuat baik sebagaimana yang diajarkan Islam.
Kesaksian Ustaz Ahmad Kainama yang Mencintai Yesus: “Aku Sama Sepertimu, Toni.”
Setelah Toni bersyahadat, Ustaz Ahmad Kainama diberi kesempatan menyampaikan tausiah.
Dengan suara tenang namun penuh getaran makna, Ustaz Kainama berkata:
“Toni, aku sama sepertimu. Aku juga dulu berasal dari Kristen, dan aku tahu bagaimana rasanya mencari kebenaran.”
Beliau kemudian menceritakan kembali perjalanan spiritualnya sendiri, saat bersyahadat di Masjid Agung Sunda Kelapa pada 26 Agustus 2009.
Hari itu, beliau mendapat nama Ahmad Kainama dari para Tuan Guru dan ulama, termasuk Prof. Dr. Saiful, Prof. Amir, Ustaz Anwar Sujana, dan Kiai Quraish Shihab.
“Aku bersyahadat di hadapan para Tuan Guru besar,” kisahnya.
“Dan aku tidak pernah malu mengucapkan nama-nama mereka, karena dari merekalah aku belajar akidah, syariah, muamalah, dan cinta kepada Al-Qur’an.”
Ustaz Kainama menegaskan bahwa keputusan masuk Islam bukanlah “pindah agama” semata.
“Aku tidak pernah suka disebut pindah agama,” ujarnya. “Karena ini bukan pindah, tapi pulang, pulang kepada Tuhan yang sebenarnya.”
“Segala Sesuatu Indah pada Waktunya?” Pandangan yang Berubah
Dalam salah satu bagian tausiah, Ustaz Kainama juga menyinggung kalimat populer dari gereja: “Segala sesuatu indah pada waktunya.”
Ia mengatakan bahwa sejak dulu, kalimat itu tidak sepenuhnya bisa ia terima.
“Kapan waktunya itu?” tanyanya.
“Pencipta sudah memberi kita kebenaran sejak awal. Maka jangan tunggu waktu yang indah itu dating, ambillah hidayah ketika Allah mengetuk hatimu.”
Pernyataan itu membuat suasana majelis menjadi hening. Banyak yang merenung bahwa hidayah tidak datang dengan jadwal, melainkan dengan kesiapan hati.
Yohanes 16:13: Nubuat tentang Datangnya Rasul Terakhir dari Yesus
Salah satu momen paling menarik dalam tausiah adalah ketika Ustaz Kainama menafsirkan Yohanes 16:13, sebuah ayat yang sering disebut sebagai nubuat tentang kedatangan Rasulullah ﷺ.
Beliau membacakan teksnya:
“Tetapi apabila Dia, yaitu roh kebenaran itu datang, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya, itulah yang akan dikatakan-Nya.”
Ustaz Kainama kemudian menjelaskan:
“Yesus sendiri sudah menyampaikan bahwa akan datang seorang pembawa kebenaran. Dia tidak berbicara dari kehendaknya sendiri, itu ciri nabi, bukan roh ghaib.”
“Dan kita tahu, satu-satunya utusan yang datang setelah Yesus, membawa wahyu bukan dari dirinya, hanyalah Nabi Muhammad ﷺ.”
Kata-katanya menjadi jembatan pemahaman bagi banyak mualaf yang sebelumnya masih mencari kesesuaian antara ajaran lama dan kebenaran Islam.
Sosok Yesus dalam Islam: Nabi yang Ganteng, Kuat, dan Penuh Cinta
Dalam bagian akhir, Ustaz Kainama bahkan menceritakan hasil penelitian arkeologis tentang rupa Yesus.
“Arkeolog menemukan tengkorak laki-laki dari zaman Yesus di sekitar Nazaret,” jelasnya.
“Hasil rekonstruksi menunjukkan bahwa Yesus itu gagah, tinggi sekitar 180 cm, kulit kemerahan, rambut hitam bergelombang, bukan berambut pirang seperti di lukisan Barat.”
Beliau menegaskan bahwa Yesus (Isa alaihissalam) adalah manusia mulia, nabi yang kuat fisiknya, lembut hatinya, dan penuh kasih.
Namun, sebagaimana diajarkan Al-Qur’an, Yesus bukan Tuhan, melainkan hamba Allah yang diutus kepada Bani Israil.
Hidayah yang Tak Bisa Ditukar
Setelah pembacaan syahadat dan tausiah selesai, suasana penuh haru. Toni menunduk, menitikkan air mata. Ia kini menjadi bagian dari keluarga besar Islam.
Para jamaah menyalaminya satu per satu sambil mengucap, “Selamat datang dalam Islam.”
Bagi Toni, perjalanan ini bukan sekadar perpindahan agama. Ia menemukan kedamaian yang selama ini dicarinya, bukan di antara gemerlap dunia, tapi dalam kalimat sederhana:
Asyhadu an la ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah.
Pulang ke Rumah: Kembali pada Fitrah dan Kebenaran Sejati
Ketika seseorang memutuskan untuk bersyahadat, sesungguhnya ia bukan sedang “masuk agama baru”. Ia sedang pulang ke rumah asalnya rumah fitrah yang telah Allah tanamkan dalam diri setiap manusia sejak lahir. Ustaz Ipung Atria menjelaskan dalam kajian yang mengharukan ini, bahwa rumah itu bernama “Rahmatan lil ‘alamin”, kasih sayang bagi seluruh alam. Itulah rumah Islam: rumah yang penuh cinta, kedamaian, dan keadilan bagi siapa pun yang bernaung di dalamnya.
Masuk Rumah Bukan Sekadar Pindah Keyakinan
“Kalau kau pulang ke rumahmu,” kata Ustaz Ipung, “maka hormatilah rumah itu. Jaga kebersihannya, hargai penghuninya, dan taati aturannya.”
Perumpamaan ini menegaskan bahwa menjadi muslim bukan sekadar mengucap dua kalimat syahadat, tetapi memahami adab dan tanggung jawab di dalam rumah iman. Banyak orang yang mengira mualaf hanya “pindah agama”, padahal Islam mengajarkan bahwa setiap manusia sejatinya lahir dalam keadaan muslim (fitrah), hanya saja lingkunganlah yang mengubah arah keyakinannya.
Karena itu, bersyahadat berarti kembali bukan berpindah. Seorang mualaf ibarat anak yang akhirnya menemukan jalan pulang, setelah lama tersesat di perjalanan.
Tentang Hak dan Kebebasan Beragama
Ustaz Ipung juga menegaskan bahwa masuk Islam adalah hak pribadi, sebagaimana keluar dari Islam juga bagian dari hak asasi manusia. Tak seorang pun boleh memaksa, sebab iman yang sejati lahir dari kesadaran, bukan tekanan. Namun, setelah seseorang kembali kepada Islam, maka ia memikul amanah untuk belajar, memperbaiki diri, dan mengenal Allah dengan ilmu.
“Banyak orang bersyahadat hanya karena menikah,” ujarnya, “tapi tidak belajar salat, tidak kenal Al-Qur’an. Akhirnya goyah ketika diuji.”
Di sinilah pentingnya pembinaan mualaf agar mereka bukan sekadar “masuk rumah”, tetapi juga tahu cara menjaga rumah itu, menegakkan aturan Allah dengan cinta dan kesungguhan.
Yesus dalam Pandangan Islam: Rasul yang Menyeru kepada Tauhid
Dalam sesi yang sama, Ustaz Ipung menyinggung kisah Isa Al-Masih (Yesus) sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an. Beliau bukan Tuhan, melainkan Rasul pilihan Allah yang menyeru kaumnya kepada Tauhid.
“Wahai Bani Israil,” kata Isa dalam Al-Qur’an, ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.’ (QS. Al-Ma’idah: 72).
Ustaz Ipung lalu menegaskan, bahwa pesan itu jelas: Isa menyeru kepada penyembahan hanya kepada Allah, bukan kepada dirinya. Karena itu, beliau menyebut dirinya sebagai Rasulullah — utusan Allah.
Kebenaran yang Dijanjikan: Nabi Setelah Yesus
Dalam Injil Yohanes 16:13, Yesus berkata:
“Apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan menuntun kamu kepada seluruh kebenaran.”
Bagi umat Islam, ayat ini adalah nubuat tentang kedatangan Nabi Muhammad ﷺ.
Dalam bahasa Ibrani disebut Ahmad, dan dalam bahasa Aram, bahasa yang digunakan Yesus, bunyinya “Ahm Muhammadin”.
Ustaz Ipung menjelaskan dengan nada tegas namun penuh kasih:
“Kalau Yesus sudah menyampaikan bahwa setelah dia akan datang seorang pembawa kebenaran, maka siapa lagi kalau bukan Muhammad? Yesus sendiri yang menyuruh kita mengikutinya.”
Penjelasan ini sering kali menjadi titik balik bagi para pencari kebenaran, termasuk Bung Toni yang duduk di hadapan Ustaz Ipung saat itu. Ia menyadari bahwa mengikuti ajaran Yesus sejati berarti mengikuti Nabi Muhammad, sebagaimana perintah dalam kitab yang mereka sendiri imani.
Gambar Yesus yang Salah Kaprah
Ustaz Ipung kemudian mengungkapkan fakta sejarah mengejutkan: gambar Yesus yang beredar di seluruh dunia bukanlah wajah asli Yesus, melainkan lukisan yang diadaptasi dari wajah Cesare Borgia, putra Paus Alexander VI.
Borgia dikenal dalam sejarah sebagai tokoh yang hidup dalam kemewahan dan pesta maksiat, jauh dari sifat seorang nabi. Namun, wajahnya dipopulerkan sebagai citra “Yesus” oleh kekuasaan gereja pada masa itu.
“Maka jangan heran,” ujar Ustaz Ipung, “kalau Yesus yang sejati yang sebenarnya muslim dan menyeru kepada Tauhid digantikan oleh wajah seorang manusia penuh dosa.”
Ia menekankan bahwa fakta sejarah ini bukan untuk menghina umat Kristen, melainkan untuk meluruskan akar penyimpangan yang sudah berabad-abad berlangsung.
Fitrah dan Hidayah: Jalan Pulang ke Rumah Allah
Di bagian akhir, Ustaz Ipung menyampaikan pesan menyentuh bagi Bung Toni yang akan bersyahadat:
“Yang membuat kau duduk di sini bukan kami. Bukan Ustaz, bukan siapa-siapa. Tapi Allah sendiri yang menggerakkan hatimu.”
Hidayah adalah panggilan halus yang tidak bisa dibeli, tidak bisa dipaksakan. Ia datang kepada siapa saja yang mau mendengar.
Bagi Ustaz Ipung, mualaf sejati bukan yang datang mencari bantuan, tetapi yang datang mencari Allah. Karena itu ia menegaskan, “Mualaf bukan orang yang masuk Islam untuk mendapat uang, tapi untuk mencari ridha Allah.”
Islam bukan sekadar identitas baru, melainkan perjalanan menuju keutuhan diri pulang ke rumah yang penuh rahmat dan kasih sayang Allah.
Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).
ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?
REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA
SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:
MUALAF CENTER AYA SOFYA
MEDIA AYA SOFYA
Website: www.ayasofya.id
Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA
YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA
Instagram: @ayasofyaindonesia
Email: ayasofyaindonesia@gmail.com
HOTLINE:
+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506
+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100
+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361
ADDRESS:
MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.
PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.
TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416
BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Barat
DEPOK: Jl. Tugu Raya Jl. Klp. Dua Raya, Tugu, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451
BOGOR: Jl. Komp. Kehutanan Cikoneng No.15, Pagelaran, Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16610
