Mengenal Pewahyuan, Distorsi Kitab-Kitab Lama, dan Urgensi Mendirikan Gedung Dakwah Mualaf Center Ayasofia
Dua minggu sebelum peristiwa penting terjadi, Ustadz Kainama yang aktif berdakwah dan membina mualaf diwawancarai oleh Ustadzah Niru dari Mualaf Center Aya Sofya. Dalam wawancara tersebut, sang narasumber mengungkapkan kekhawatiran bahwa setelah ia kembali, akan muncul ajaran-ajaran yang menyimpang dari Islam, seperti pengagungan berlebihan terhadap tokoh-tokoh Yahudi dan ajaran mereka. Ceramah ini juga mengupas persoalan teologis yang selama ini menjadi polemik antaragama, sekaligus menjadi ajakan untuk mendukung pembangunan Gedung Dakwah Mualaf Center Ayasofia Jakarta.
Islam sebagai Penyempurna Wahyu
Ustadz Kainama menekankan bahwa Al-Qur’an adalah puncak dari rangkaian pewahyuan Tuhan kepada umat manusia. Pewahyuan memang telah ada sebelum turunnya Al-Qur’an, seperti Taurat dan Injil, tetapi Al-Qur’an datang untuk menyempurnakan dan meluruskan kembali ajaran yang telah mengalami distorsi oleh tangan-tangan manusia.
Al-Qur’an diturunkan tidak hanya untuk membenarkan kitab-kitab sebelumnya, tetapi juga untuk mengoreksi penyimpangan makna dan terjemahan yang terjadi, bahkan dari sumber-sumber Ibrani asli. Ia menggambarkan Al-Qur’an sebagai air murni yang menjernihkan kembali isi botol yang sebelumnya telah tercampur tanah, simbolisasi dari ajaran agama-agama sebelumnya yang telah dikaburkan.
Kritik Terhadap Distorsi Kitab-Kitab Lama
Dalam penjelasannya, Ustadz Kainama menyoroti bagaimana tokoh-tokoh tertentu dalam tradisi Yahudi dan Kristen ditinggikan secara tidak proporsional. Salah satunya adalah kisah seorang rabai yang dalam satu dokumen Yahudi digambarkan mampu “mengalahkan Tuhan” dalam perdebatan, lalu kemudian dikisahkan menjadi seorang Muslim. Cerita semacam ini dianggap sebagai bukti bagaimana distorsi telah terjadi dalam narasi-narasi pewahyuan lama.
Ia juga mengkritisi penggunaan teks-teks suci untuk menghujat atau merendahkan sosok Nabi Ismail ‘alaihissalam hanya karena beliau merupakan leluhur Rasulullah Muhammad SAW. Hal ini bukan hanya bentuk kebencian, tetapi juga bukti bahwa narasi keagamaan bisa dipelintir demi kepentingan etnosentrisme atau politik identitas.
Kebutuhan Akan Gedung Dakwah Mualaf Center Ayasofia
Dalam bagian penting dari ceramah, Ustadz Kainama menyampaikan kabar gembira mengenai niat mulia seorang ibu yang melalui istikharah panjang memutuskan untuk mewakafkan tanahnya yang terletak strategis di dekat Taman Mini Indonesia Indah, tepatnya dekat exit tol. Tanah seluas 514 meter persegi itu akan digunakan untuk membangun Gedung Dakwah Mualaf Center Ayasofia Jakarta.
Gedung ini tidak hanya akan menjadi tempat ibadah, melainkan juga pusat pembinaan dan penguatan akidah bagi para mualaf. Saat ini, proses pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) sedang berlangsung. Namun, dana yang dibutuhkan cukup besar. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh umat Islam untuk ikut serta mendukung pembangunan tersebut, sebagai bentuk investasi akhirat dan dukungan terhadap dakwah Islam yang murni.
Studi Kristologi yang Proporsional
Salah satu fokus utama ceramah ini adalah ajakan untuk mengkaji Kristologi secara ilmiah dan proporsional, bukan sekadar mengejek atau merendahkan keyakinan umat lain. Kristologi, menurut Ustadz Kainama, bukan hanya soal menertawakan konsep “manusia jadi Tuhan”, melainkan upaya untuk memahami bagaimana ajaran Kristen terbentuk, dari mana akar-akar teologinya, dan sejauh mana keterkaitannya dengan ajaran Yahudi serta tokoh yang dikenal sebagai Yesus Kristus atau Yasu’a.
Ia menegaskan bahwa banyak ajaran Kristen yang populer hari ini tidak memiliki landasan kuat dari tradisi Yahudi maupun dari tokoh historis bernama Yesus. Dengan mempelajari terminologi asli seperti “Hazon”, “Mamre”, dan konsep-konsep pewahyuan dari bahasa Ibrani, kita dapat memahami dinamika sejarah agama-agama samawi secara lebih jernih.
Zionisme dan Kehati-hatian dalam Dakwah
Dalam bagian yang kritis, Ustadz Kainama menyampaikan peringatan keras terhadap pengaruh Zionisme yang kadang masuk melalui jalur budaya dan musik. Ia menyinggung bagaimana beberapa tokoh publik, termasuk artis dan budayawan, tanpa sadar mengadopsi simbol-simbol atau nyanyian yang berasal dari tradisi Yahudi, lalu mengajarkannya sebagai bagian dari budaya tanpa menyaring maknanya.
Berbeda dengan musisi seperti Cak Nun yang menyanyikan lagu-lagu bernuansa Ibrani hanya sebagai bentuk ekspresi seni, ada tokoh-tokoh lain yang justru menjadikannya sebagai bagian dari ajaran wajib, bahkan menyesatkan umat. Hal ini, menurutnya harus dikritisi agar tidak menjadikan umat Islam semakin jauh dari Al-Qur’an dan ajaran tauhid.
Islam di Puncak Pewahyuan: Menyingkap Tabir Distorsi Sejarah dan Kebenaran yang Terlupakan
Dalam ceramah yang sarat semangat dan bukti tekstual, disampaikan suatu kebenaran penting: Islam bukanlah agama yang muncul tanpa dasar, melainkan sebagai puncak dari seluruh rangkaian pewahyuan Tuhan yang sebelumnya telah diselewengkan dan dipenuhi kabut manipulasi oleh umat-umat terdahulu. Ceramah ini membuka tabir dari distorsi sejarah, sekaligus menjadi panggilan bagi umat Islam untuk mengangkat kembali Islam ke tempatnya yang sejati: sebagai puncak pewahyuan Ilahi.
Al-Qur’an: Pemurni Pewahyuan Terdahulu
Satu titik sentral yang terus diulang adalah posisi Al-Qur’an yang berada “di puncak”. Ungkapan ini bukan sekadar retorika, tetapi mengandung makna teologis yang mendalam. Pewahyuan sebelumnya, termasuk Taurat dan Injil telah mengalami penyimpangan oleh tangan-tangan manusia, baik secara teks maupun penafsiran. Al-Qur’an hadir sebagai penyempurna dan pemurni, mengembalikan hakikat wahyu ke tempat yang proporsional.
Ketika Al-Qur’an diletakkan di atas, maka fungsinya menjadi jelas: menggoyang dan merontokkan “tanah” penyesatan yang menempel di wahyu-wahyu sebelumnya. Seperti botol yang diaduk agar tanah yang mengendap muncul ke permukaan, Islam hadir mengguncang agar kebenaran yang tertimbun kembali bersinar.
Kebenaran Tersembunyi dalam Kitab-Kitab Lama
Salah satu poin penting adalah ajakan Ustadz Kainama untuk membuka dan menelaah kitab-kitab lama, seperti Kitab Ezra dan Kitab Kejadian. Dengan membuka langsung teks dalam bahasa Ibrani, dilakukan konfirmasi melalui penerjemahan ke dalam bahasa Arab dan Indonesia. Hasilnya mengejutkan: teks-teks yang kerap dijadikan alat untuk menghina Nabi Ismail ‘alaihissalam ternyata tidak menyebut “keledai liar”, seperti yang dituduhkan dalam beberapa versi terjemahan Kristen saat ini.
Dalam Kejadian 16:12, narasi tentang Nabi Ismail disajikan sebagai seseorang yang akan “menjadi pemburu, hidup di padang belantara, dan tangannya melawan semua orang”, tapi tidak ada satupun kata “keledai” dalam teks asli Ibrani. Tuduhan bahwa Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai keturunan Ismail, adalah “keturunan keledai liar” merupakan bentuk penyesatan dan penghinaan berbasis manipulasi teks.
Menguak Makna Nama Ismail
Satu aspek yang sangat menyentuh adalah penjelasan tentang makna nama Ismail dalam bahasa Ibrani. Nama ini bukan sekadar sebutan, tetapi mengandung makna spiritual yang dalam: “Allah mendengar” dari kata “shama” (mendengar) dan “El” (Tuhan). Bahkan dalam pemahaman Ibrani, makna ini mencerminkan hubungan langsung antara Ismail dan Allah: setiap kali Ismail berbicara, Allah memperhatikan. Ini menegaskan keistimewaan Nabi Ismail di mata Tuhan, bukan sebaliknya.
Ustadz Kainama menekankan, nama Ismail bukan pemberian manusia, melainkan berasal langsung dari wahyu Ilahi. Ini membantah segala bentuk penghinaan terhadap keturunan Ismail, termasuk terhadap Nabi Muhammad, yang justru menjadi penerima wahyu penutup yang menyempurnakan.
Tugas Umat Islam: Menyampaikan Secara Akademis
Dalam bagian emosional ceramah, Ustadz Kainama mengakui keterbatasannya sebagai “anak YouTube”, bukan akademisi. Namun ia menitipkan “amanah ilmu” ini kepada para tuan guru dan kyai, agar disampaikan secara ilmiah di forum akademik. Ini bukan sekadar dakwah emosional, melainkan panggilan untuk membela kebenaran dengan pendekatan ilmiah, sahih, dan objektif. Ia menyadari bahwa kebenaran tidak selalu mudah diterima, apalagi jika disampaikan oleh orang yang tidak memiliki otoritas akademis.
Namun ia menegaskan, kritik ini bukan untuk membenci saudara-saudara non-muslim, tetapi untuk menempatkan konsep toleransi pada posisi yang benar. Toleransi bukan berarti menerima penghinaan terhadap Rasulullah, melainkan berdialog berdasarkan kejujuran terhadap teks dan sejarah.
Kembali ke Puncak, Bukan Dasar
Ceramah ini ditutup dengan seruan yang menggugah: Islam harus kembali ke puncak. Dalam tataran spiritual, moral, maupun ilmiah, Islam tidak boleh dibiarkan berada di dasar, diinjak oleh distorsi, kebohongan, dan tuduhan tak berdasar. Melalui pembacaan kritis terhadap kitab suci, Al-Qur’an menunjukkan dirinya sebagai petunjuk yang meluruskan jalan, memperbaiki kerusakan, dan menyingkap kebohongan masa lalu.
Dalam dunia yang penuh kabut disinformasi, tugas umat Islam bukan hanya mempertahankan iman, tapi juga membuka kebenaran yang telah lama ditutup dan diselewengkan. Inilah mengapa, Islam harus berada di puncak.
Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).
ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?
REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA
SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:
MUALAF CENTER AYA SOFYA
MEDIA AYA SOFYA
Website: www.ayasofya.id
Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA
YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA
Instagram: @ayasofyaindonesia
Email: ayasofyaindonesia@gmail.com
HOTLINE:
+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506
+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100
+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361
ADDRESS:
MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.
PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.
TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416
BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Bara