Di sebuah lahan wakaf yang kini menjadi cikal bakal Mualaf Center Aya Sofya Kabupaten Kepulauan Sangihe, suasana haru menyelimuti momen penuh berkah. Ustaz Ipung, Ustaz Aris, dan keluarga besar Aya Sofya Manado bersama para jamaah bersyukur atas bertambahnya tanah wakaf yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan gedung dakwah dan pusat pembinaan mualaf. Dalam acara itu pula, lahir satu kisah menyentuh: perjalanan spiritual seorang gadis muda bernama Jessica Juni Alita Tejakusuma, yang akhirnya menemukan cahaya Islam setelah hidup di antara dua agama sejak kecil.
Awal Hidup yang Penuh Luka
Jessica, kini berusia 25 tahun, membuka kisahnya dengan getir. Ia mengaku sejak lahir sudah ditinggalkan oleh orang tuanya di rumah sakit.
“Mama melahirkan saya di rumah sakit, habis itu saya ditinggal. Saya diambil sama Pakde sampai tamat SMA umur 17 tahun. Belum pernah ketemu sama papa dan mama kandung,” ungkapnya lirih.
Pakde yang mengasuh Jessica adalah seorang keturunan Tionghoa bernama Juan Ping, seorang penganut agama Konghucu. Sejak kecil, Jessica tumbuh dalam keluarga besar Tionghoa yang taat pada ritual sembahyang leluhur dan pemujaan dewa.
Tumbuh dalam Lingkungan Konghucu
Dalam wawancara bersama Ustadz Azis, Jessica bercerita tentang kehidupan keagamaannya semasa kecil. Setiap hari ia menyaksikan ayah angkatnya bersembahyang dengan dupa atau Yosua, biasanya dua kali sehari siang dan malam.
“Kalau papa itu biasanya sembahyang jam 12 siang sampai jam 2, terus malam jam 8 sampai jam 10,” ujarnya.
Ia menjelaskan, tidak ada tata cara bersuci sebelum berdoa seperti dalam Islam. Ritual dilakukan di ruangan kecil di lantai atas rumah, dengan dupa harum melati atau melati campur jasmin.
“Dewa yang disembah itu Dewa Kananim,” jelas Jessica. “Katanya dewa kemakmuran, dewa yang bisa bikin orang sugih.”
Meski tumbuh dalam tradisi Konghucu, Jessica mengaku tidak pernah tahu siapa “Tuhan” yang sebenarnya mereka sembah. Ia hanya mengikuti perintah tanpa memahami maknanya.
Sekolah Katolik, Baptisan Kristen
Perjalanan hidup Jessica kian rumit ketika ia masuk sekolah menengah. Ia harus mengikuti sistem pendidikan Katolik, yang mengharuskan murid memiliki akta baptis. Karena tidak memiliki surat baptis Katolik sejak lahir, ia akhirnya dibaptis oleh seorang pendeta Kristen Protestan.
“Sekolahnya Katolik, tapi harus punya kartu baptis. Karena saya nggak punya, akhirnya dibaptis Kristen. Pendeta yang baptis juga sudah meninggal sekarang,” ujarnya sambil menunjukkan Akta Baptisan Gereja Bethel Indonesia atas nama “Rut Jessica Juni Alita Tejakusuma”.
Sejak saat itu, Jessica hidup dengan dua identitas keagamaan: di sekolah mengikuti ibadah dan misa Katolik setiap Jumat dan Sabtu, sementara di rumah tetap menjalankan ritual Konghucu bersama ayah angkatnya.
“Kalau di sekolah ikut misa Katolik, tapi di rumah tetap ikut papa yang Konghucu. Jadi siang Katolik, malam Konghucu,” katanya polos.
Kebingungan Spiritualitas
Ketika ditanya apa yang ia pahami tentang Tuhan dalam kedua ajaran itu, Jessica terdiam.
“Kalau di Konghucu, papa nggak pernah bilang siapa tuhannya. Pokoknya sembahyang aja. Kalau di Katolik, ada Bunda Maria dan Tuhan Yesus. Kalau di Kristen, cuma Tuhan Yesus,” jelasnya.
Ia sempat bingung dengan perbedaan ajaran tersebut, terutama tentang siapa sebenarnya Tuhan yang harus ia sembah. Dalam Katolik, ia diajarkan membuat tanda salib dan menyebut “Dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus”. Tapi di rumah, ritualnya tanpa doa tertentu, hanya dupa dan permohonan rezeki.
“Kalau di Katolik ada doa Salam Maria, tapi di Kristen ada doa Yesus. Kalau di rumah ya cuma minta aja, nggak tahu itu ke siapa,” katanya dengan jujur.
Kembali ke Fitrah: Cahaya Islam Menyapa
Ustadz Azis kemudian menjelaskan kepadanya bahwa semua manusia lahir dalam keadaan fitrah, suci tanpa dosa, dan hanya mengenal satu Tuhan, yaitu Allah. Orang tua dan lingkunganlah yang kemudian menjadikan seseorang beragama tertentu.
“Semua makhluk dilahirkan dalam kesucian. Anak pejabat, anak budak, semua sama. Yang membedakan hanya orang tua dan lingkungannya,” terang Ustadz Azis dalam sesi pembimbingan itu.
Pernyataan itu menggugah hati Jessica. Ia terdiam cukup lama, menahan air mata.
Dalam dirinya muncul kesadaran baru, bahwa selama ini ia hanya mengikuti ajaran tanpa memahami makna ketuhanan yang sejati. Ia mulai merasa ada sesuatu yang hilang: hubungan langsung antara manusia dengan Tuhan tanpa perantara.
Dari Salam Maria hingga Doa yang Langsung kepada Allah
Jessica mengenang masa lalunya sebagai penganut Katolik. Ia masih ingat runtutan doa yang panjang seperti Salam Maria dan Bapak Kami. Namun, ketika Ustadz Azis menanyakan apakah doa itu masih ia hafal, Jessica tersenyum malu dan mengakui bahwa sebagian besar sudah terlupa. Ia hanya mengingat penggalan “Bapak kami yang ada di surga, dimuliakanlah nama-Mu,” dan sisanya samar.
Berbeda dengan Katolik yang kaya dengan urutan doa dan perantara, Jessica menyadari bahwa dalam Islam, doa terasa lebih dekat dan sederhana, langsung tertuju kepada Allah tanpa perantara siapa pun. Ia mulai memahami bahwa Islam mengajarkan hubungan langsung antara hamba dan Pencipta-Nya. Tidak ada perantara, tidak ada ritual yang rumit. Hanya niat, kesucian hati, dan kesungguhan untuk bersujud.
Tanpa Paksaan, Hanya Karena Keyakinan
Ketika ditanya oleh Ustadz Azis apakah ada paksaan dalam keputusan masuk Islam, Jessica menjawab mantap: “Tidak.” Keputusan itu murni dari keinginan pribadi, tanpa dorongan atau tekanan siapa pun. Baginya, Islam datang bukan karena pengaruh luar, tetapi karena hati yang tenang saat mendengarkan bacaan Al-Qur’an, serta keyakinan bahwa kebenaran sejati ada dalam ajaran ini.
Ustadz Azis pun menegaskan, bahwa dalam Islam, tidak boleh ada dua keyakinan sekaligus. Ketika seseorang mengucapkan syahadat, maka seluruh kepercayaan sebelumnya harus ditinggalkan. Tidak bisa setengah Islam, setengah Konghucu, atau masih menyimpan ritual lama. “Karena Islam itu sempurna,” tegas beliau.
Belajar Puasa: Dari Gagal di Mall hingga Berhasil di Pabrik
Jessica mulai mengenal Islam dari hal-hal sederhana seperti puasa Ramadan. Tahun 2024 ia sempat mencoba, namun gagal bertahan lama. “Soalnya enggak sahur, Pak. Terus kerja di mall, baunya makanan enak banget, tergoda,” ujarnya sambil tertawa malu. Ia bekerja sebagai SPG aksesoris HP, dan godaan aroma makanan di food court menjadi ujian terberat.
Namun di Ramadan tahun 2025, situasinya berbeda. Ia sudah bekerja di pabrik, lingkungan yang lebih kondusif. “Sekarang sudah kuat, Pak. Enggak tergoda lagi. Sudah niat banget.” Ucapannya menggambarkan tekad yang tumbuh dari hati, bukan sekadar mencoba, tetapi ingin benar-benar menjadi bagian dari umat Islam yang taat.
Ustadz Azis menimpali dengan nasihat lembut: “Iman itu yazidu wa yanqus, kadang bertambah, kadang berkurang. Tapi kalau kita bisa mengalahkan godaan, maka jatahnya surga sudah menanti.”
Nikmat yang Sering Lupa Disyukuri
Ustadz Azis mengajak Jessica dan para hadirin untuk merenungkan makna nikmat Allah. Ia berkata dengan nada tenang namun menggugah:
“Kenikmatan paling besar yang sudah Allah berikan hampir merata pada seluruh manusia adalah kesehatan.”
Ia mencontohkan, orang yang sakit asma atau yang napasnya harus dibantu tabung oksigen baru akan tahu betapa berharganya bisa bernapas dengan lega. Orang yang lumpuh baru memahami nilai kaki yang bisa melangkah. “Kalau kena flu saja, kita sudah merasa mau mati. Apalagi kalau napas sesak,” katanya sambil tersenyum getir.
Dari renungan itu, Jessica tampak terdiam. Ia menyadari, selama ini banyak sekali nikmat kecil yang tidak pernah ia sadari. Kesehatan, kebebasan bergerak, dan kesempatan belajar tentang Islam, semua itu adalah karunia besar yang patut disyukuri.
Sujud: Simbol Ketaatan Sejati
Ketika pembicaraan berlanjut tentang ibadah, Ustadz Azis menjelaskan bahwa dalam Islam, shalat adalah bentuk ibadah yang paling sesuai dengan ajaran seluruh nabi, termasuk Yesus (Isa ‘alaihissalam).
“Yesus Kristus dalam Bibel pun disebut sujud dan berdoa semalam-malaman. Itu tahajud. Pagi-pagi buta beliau juga sujud, itu shalat subuh,” jelasnya.
Ustadz Azis kemudian menegaskan bahwa semua nabi bersujud: Nabi Ibrahim, Musa, Israil, hingga Nabi Muhammad ﷺ. “Yang paling benci sujud itu iblis,” katanya dengan tegas.
Karena itu, masuk Islam berarti kembali ke jalan para rasul yang sejati, jalan sujud. Jessica tersenyum lirih mendengar kalimat itu. Ia sadar, kini dirinya telah memilih jalan yang sama dengan para nabi terdahulu.
Islam: Agama dengan Tuntunan yang Lengkap
Ustadz Azis melanjutkan, “Dalam Islam ada tata cara bersuci, salat, doa, bahkan semua doa para nabi terekam lengkap. Ada doa Nabi Yunus dalam perut ikan, doa Nabi Nuh, doa Nabi Musa, semuanya masih ada dalam Islam.”
Beliau menegaskan bahwa agama lain tidak lagi memiliki panduan langsung dari nabi-nabinya. “Ibadahnya sudah berbeda dengan para rasul. Tapi dalam Islam, ibadah kita masih sama dengan Nabi Muhammad ﷺ.”
Itulah mengapa Islam disebut agama yang sempurna. Setiap tata cara, dari wudhu hingga doa, punya dasar wahyu yang jelas, bukan rekayasa manusia.
Mengenal Rukun Islam
Sebagai bekal awal, Ustadz Azis menjelaskan kepada Jessica tentang lima rukun Islam:
- Syahadat — bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.
- Salat — mengerjakan ibadah wajib lima waktu.
- Zakat — menunaikan sebagian harta untuk mereka yang berhak.
- Puasa — menahan diri di bulan Ramadan.
- Haji — bagi yang mampu secara fisik dan finansial.
Bahkan, Ustadz Azis sempat menyanyikan lagu masa kecilnya tentang rukun Islam dengan bahasa Jawa yang lembut, menambah kehangatan suasana. Ia menegaskan bahwa Mualaf Center Aya Sofya menyediakan bimbingan gratis untuk belajar salat, bahkan boleh datang setiap hari selepas Magrib. “Kalau sudah bisa salat, maka besok di akhirat akan dikumpulkan bersama orang-orang yang salat,” ujarnya.
Yesus (Isa ‘Alaihissalam): Utusan Allah, Bukan Tuhan
Ketika pembicaraan menyinggung tentang posisi Yesus Kristus dalam Islam, Ustadz Azis menjelaskan dengan sangat hati-hati:
“Yesus Kristus itu Rasulullah, utusan Allah. Dalam Bibel pun, setiap kali mau melakukan mukjizat, ia selalu berdoa dulu kepada Allah. Tidak pernah bertindak tanpa izin dari Allah.”
Beliau menambahkan bahwa istilah Kristen sendiri tidak pernah diucapkan oleh Yesus dalam kitab suci. “Dalam Bibel setebal itu, tidak satu pun kata ‘Kristen’ keluar dari mulut Yesus,” tegasnya.
Menurut Ustadz Azis, ajaran yang mengubah Yesus menjadi Tuhan bukan berasal dari Yesus sendiri, melainkan dari Paulus, sosok Romawi yang dulu justru memusuhi para murid Yesus. “Dia yang mengubah arah ajaran dari menyembah Allah menjadi menyembah Yesus,” ungkapnya.
Perbandingan ini membuat Jessica semakin yakin bahwa Islam adalah kebenaran terakhir yang menjaga kemurnian ajaran tauhid.
Menutup dengan Syahadat
Akhirnya, percakapan itu ditutup dengan ajakan Ustadz Azis agar Jessica segera bersyahadat dengan kesadaran penuh. Ia mengingatkan bahwa menjadi Muslim berarti bersaksi atas dua hal:
“Ashhadu alla ilaha illallah, wa ashhadu anna Muhammadur rasulullah.”
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Jessica sudah mempelajari kalimat itu dan siap mengucapkannya. Wajahnya tampak tenang, senyumnya lembut, dan matanya berbinar, tanda kedamaian yang tidak lagi ia temukan dalam tiga agama sebelumnya.
Kembali pada Sujud yang Hilang
Perjalanan spiritual Jessica menggambarkan satu hal mendasar: bahwa kebenaran tidak butuh paksaan, hanya butuh pencarian yang jujur. Dari doa panjang penuh perantara, kini ia mengenal doa yang langsung menuju Sang Pencipta. Dari ritual tanpa arah, kini ia tahu makna sujud yang sejati.
Seperti pesan Ustadz Azis di akhir:
“Bersyukurlah ketika kamu sudah bisa bersujud, karena iblis paling benci dengan orang yang bersujud. Maka jagalah sujudmu, karena dari situlah jalan menuju surga dimulai.”
Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).
ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?
REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA
SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:
MUALAF CENTER AYA SOFYA
MEDIA AYA SOFYA
Website: www.ayasofya.id
Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA
YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA
Instagram: @ayasofyaindonesia
Email: ayasofyaindonesia@gmail.com
HOTLINE:
+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506
+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100
+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361
ADDRESS:
MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.
PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.
TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416
BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Barat
DEPOK: Jl. Tugu Raya Jl. Klp. Dua Raya, Tugu, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451
BOGOR: Jl. Komp. Kehutanan Cikoneng No.15, Pagelaran, Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16610
