MUALAF BIKIN TERHARU!! SATU KELUARGA ROMBONGAN MASUK ISLAM

Di acara Mualaf Center Nasional (Aya Sofya), terlihat jelas bagaimana sebuah rumah yang dipenuhi keikhlasan dapat menjadi sumber berkah dan pintu terbukanya hidayah. Dari kajian yang berlangsung bersama Ustadz Ahmad Kainama, Ustadz Ipung, dan tim pembina, muncul beberapa tema kuat: proses bermualaf yang tulus, tantangan sosial yang dihadapi mualaf baru, pentingnya pembinaan lembaga yang berlandaskan ikhlas, serta peringatan terhadap pengaruh budaya dan media yang merusak.

Mengapa Rumah Bisa Menjadi Tempat Bersyahadat Berulang

Ustadz Ahmad Kainama membuka dengan pesan bahwa bila sebuah rumah dipenuhi ikhlas dan ridha, Allah membuka pintu berkat menjadikan rumah itu tempat orang lain menerima syahadat berulang kali. Menjadi saksi atas bergulirnya keberkahan ini tidak harus berujung pada popularitas; sebagai penghantar atau saksi proses seorang mualaf mengucap dua kalimat syahadat, kita pun mendapat pahala yang berulang.

Pesan penting: keikhlasan lembaga atau keluarga yang membina mualaf menentukan ketahanan jangka panjang. Lembaga yang tidak kuat dasar niatnya rentan hancur jika menghadapi kasus mualaf yang kembali ke agama asal atau perilaku yang kontradiktif.

Kisah Bunda Yunita: Dari Karismatik ke Islam Dorongan Hati dan Perubahan Hidup

Salah satu mualaf yang tampil, Bunda Yunita, menceritakan proses bersyahadatnya di bulan Ramadan 2025. Ia tergerak melihat keluarga tempatnya bekerja yang rutin salat dan mengaji. Rasa nyaman dan nikmat melihat ibadah menjadi asbab (sebab) yang kuat bagi keimanannya.

Perubahan nyata yang terasa:

  • Mulai menunaikan salat di rumah.
  • Mempraktikkan kebiasaan Islami secara bertahap (mis. berjilbab, mengatur perilaku anak di rumah).
  • Memperlihatkan identitas Islam sebagai bagian dari proses pembinaan.

Pembicara menegaskan bahwa setelah bersyahadat, ada tahap pemeriksaan dan pembinaan (yang disebut “wis” dalam kajian) sebelum lembaga memberikan pengakuan formal seperti sertifikat. Tujuannya untuk memastikan niat lillahi ta’ala dan kesiapan beramal.

Tantangan Nyata: Tekanan Keluarga, Materi, dan ‘Mualaf Pura-Pura’

Dalam kajian disebutkan fenomena yang mengganggu: adanya mualaf yang masuk karena motif materi, popularitas, atau memperoleh sertifikat, istilah yang disampaikan adalah MPP (mualaf pura-pura). Kasus lain: beberapa mualaf mundur karena tekanan keluarga, kehilangan hak waris, dicoret, atau bahkan dipaksa kembali ke keyakinan lama.

Pelajaran praktis untuk lembaga pembina:

  1. Perkuat dasar niat dan pembinaan: fokus pada pendidikan akidah dan praktik ibadah, bukan hanya pengakuan formal.
  2. Pendampingan pasca-syahadat: sosial-ekonomi dan psikologis harus diperhatikan agar mualaf tidak mudah goyah.
  3. Uji kesiapan secara bijak: alih-alih sekadar menyerahkan sertifikat, lakukan proses pembinaan yang berkelanjutan.

Was-was terhadap Budaya Populer: Bahaya Pengaruh Media dan Gaya Hidup

Kajian ini menyentil fenomena anak muda yang terpengaruh budaya popular dari game yang mengglorifikasi kekerasan hingga tarian viral di platform seperti TikTok yang menurut pembicara berpotensi merusak karakter dan nilai agama.

Beberapa poin kritis:

  • Konten game dan karakter dengan tema kekerasan dapat membentuk normalisasi agresi.
  • Gerakan-gerakan viral kadang disusupi makna yang tak sesuai nilai Islam.
  • Kecenderungan berlebihan mengidolakan selebriti (contoh konser K-pop) membuat anak muda mengabaikan perjuangan dan kecintaan terhadap agama.

Solusi yang diajukan: kembali pada dasar pendidikan keluarga — pengawasan, teladan perilaku, dan penanaman prioritas hidup yang mencintai nilai-nilai Islam.

Toleransi yang Proporsional: Bukan Melemahkan Identitas

Pembicara menyinggung isu toleransi: bersikap lemah dalam mempertahankan identitas agama dianggap sebagai bentuk penyesatan. Ucapan selamat hari raya non-Muslim bukanlah anjuran mutlak menurut kajian ini; sikap yang dianjurkan adalah baik dan hormat, namun tetap menjaga batasan identitas.

Inti pesan: toleransi boleh, tetapi jangan sampai mengaburkan identitas keislaman dan menghina keyakinan sendiri.

Pesan Praktis untuk Keluarga dan Lembaga Pembina

  1. Perkuat rumah sebagai madrasah pertama: contoh, jadikan salat dan doa sebagai rutinitas yang dirasakan keindahannya.
  2. Pembinaan bertahap untuk mualaf baru: pelajaran ibadah, pengenalan adab, dan penguatan ekonomi/psikologis.
  3. Awasi pengaruh media: batasi akses konten yang berbahaya dan bimbing anak memilih hiburan yang positif.
  4. Tegas namun penuh hikmah pada nilai toleransi: bergaul baik dengan non-Muslim tanpa harus melepas identitas.

Cinta dalam Batas Syariat: Pesan Bukan Hanya untuk Mualaf Atau Islam, Tapi Semua Generasi Muda

Dalam lanjutan kisah yang terekam dalam transkrip video, suasana penuh tawa dan nasihat itu berubah menjadi pelajaran penting tentang cinta dalam batas syariat. Seorang perempuan yang dikenal lembut namun tegas menceritakan kisahnya ketika ada seorang laki-laki yang menyatakan cinta kepadanya. Dengan penuh wibawa ia berkata, “Mohon maaf, bukan saya tidak menghargai, tapi saya tidak pacaran. Kalau kamu ingin aku menerima cintamu, datanglah ke orang tua angkatku di Kebayoran Lama, Jalan Gandaria.”

Sontak, ucapan itu membuat laki-laki tersebut terdiam. Ia kaget mendengar jawaban yang tak biasa dari seorang perempuan. Tapi justru dari ketegasan itu lahirlah penghormatan. Ia sadar, bahwa cinta sejati bukanlah tentang rayuan atau kata-kata manis, melainkan tentang keberanian untuk datang secara terhormat. Inilah pelajaran berharga yang disampaikan Aya Sofya kepada para remaja: jangan mau ditembak, karena perempuan bukan buruan, tapi makmum yang dimuliakan.

“Kalau ada yang nembak-nembak bilang, tembak burung, jangan tembak saya. Saya bukan untuk ditembak. Saya untuk dijadikan makmum.”

Pesan ini menggema kuat. Ustaz yang hadir pun menegaskan bahwa pacaran adalah kerugian. Bukan hanya karena melanggar syariat, tapi juga karena banyak mudarat yang mengintai. Islam mengajarkan bahwa kehormatan perempuan dijaga melalui akad, bukan hubungan tanpa ikatan.

Syahadat Seorang Anak: Meneladani Bunda Maria

Di momen berikutnya, suasana berubah menjadi haru. Seorang anak perempuan bernama Yohana, berusia 10 tahun, diminta mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun sebelum itu, Ayah Sofya dengan lembut mengajaknya memahami makna menutup aurat melalui tokoh yang sangat dikenal oleh umat Nasrani.

“Kak Yohana pernah lihat gambar Bunda Maria? Ketik di Google: Bunda Maria. Lihat, maminya Yesus pakai kerudung enggak? Kalau Kakak nanti pakai kerudung, sama seperti maminya Yesus.”

Seketika anak kecil itu tersenyum. Ia pun mau mengenakan kerudung, mengikuti teladan kesucian. “Biar berkahnya banyak,” kata sang ustaz. Lalu dengan bimbingan penuh kasih, suara kecil itu melafalkan:

Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah.

Tangis bahagia pun pecah. Takbir menggema: Allahu Akbar! Sebuah keluarga baru dalam Islam telah lahir bukan karena paksaan, melainkan karena kesadaran dan cinta. Inilah Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang menuntun dengan kelembutan, bukan dengan tekanan.

Perlindungan Hukum bagi Para Mualaf

Setelah momen syahadat, salah satu tokoh hukum dari lembaga pendamping mualaf memberikan penjelasan penting. Ia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kebebasan beragama. Dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 serta Pasal 28E, setiap warga negara berhak memilih agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinannya tanpa intervensi pihak manapun.

Ia menambahkan bahwa hal ini juga dijamin oleh konvensi internasional tentang hak asasi manusia, yang menegaskan kemerdekaan seseorang dalam beragama. Karena itu, siapa pun yang memaksa atau menekan seseorang agar berpindah atau meninggalkan agama pilihannya, melanggar hukum.

Namun, ia mengingatkan bahwa pencerahan dan dakwah yang disampaikan dengan akal sehat dan bukti logis tidak termasuk pelanggaran. Justru itu bentuk hak berbicara dan berdakwah yang dijamin undang-undang. “Kalau orang diberi pemahaman lalu ia memilih Islam dengan kesadarannya, itu sah dan tidak melanggar hukum,” tegasnya.

Ia juga mengisahkan bagaimana banyak mualaf, terutama perempuan sering mendapat tekanan atau bahkan kekerasan dari keluarga atau pasangan mereka. Dalam kasus seperti itu, tim hukum Mualaf Center siap membantu sepenuhnya, bahkan 24 jam, untuk memberikan perlindungan, mediasi, dan bantuan hukum bila diperlukan.

Kisah Seorang Ibu yang akan Menjadi Mualaf: Ujian Rumah Tangga Setelah Hidayah

Salah seorang ibu mualaf turut bercerita dengan suara bergetar. Ia mengungkapkan bahwa suaminya yang non-Muslim sering bersikap kasar bahkan saat masih sehat. Ketika ia memutuskan untuk memeluk Islam, harapannya semakin tipis agar suaminya mau menerima. “Saya ingin jalan masing-masing saja, Pak,” ujarnya dengan mata berkaca.

Ustaz yang mendampingi menanggapinya penuh empati. “Pernikahan itu mencari ketenangan. Kalau ketenangan sudah tak ada, ya tidak bisa dipaksakan.” Namun beliau juga berpesan agar tidak menutup kemungkinan adanya hidayah bagi suami. Mungkin justru melalui kesabaran istrinya, Allah akan membuka hati pasangannya.

Dalam Islam, istri dihormati sebagai pendamping suami, bukan pelayan. Namun juga dijelaskan bahwa andai boleh seseorang bersujud kepada selain Allah, maka Rasulullah akan memerintahkan istri bersujud kepada suaminya, bukan sebagai bentuk merendahkan diri, tapi simbol penghormatan atas tanggung jawab suami sebagai pemimpin keluarga.

Hidayah untuk Mualaf yang Mendunia: Gelombang Syahadat di Eropa

Menariknya, Ayah Sofya dan tim Mualaf Center juga membahas fenomena meningkatnya jumlah mualaf di Eropa. Banyak orang Barat mulai tertarik pada Islam setelah menyaksikan keteguhan warga Palestina. Mereka melihat bahwa meski dalam tekanan dan penderitaan, umat Islam tetap sabar dan tidak kehilangan ketenangan. “Mereka bingung, kenapa orang yang menderita bisa tetap tersenyum?” kata Ayah Sofya. Jawabannya, karena iman kepada Allah memberi kekuatan yang tak bisa digoyahkan dunia.

Salah satu yang disebut adalah Lili J, seorang mualaf Eropa yang kini aktif berdakwah. Ia menjadi contoh bagaimana hidayah Allah bisa datang dari mana saja, kapan saja, bahkan dari peristiwa paling gelap sekalipun.

Jangan Campur Akidah, Jaga Keimanan

Sebagai penutup, Ustaz Ahmad Kainama kembali mengingatkan bahaya mencampuradukkan akidah Islam dengan tradisi agama lain. Ia menegaskan bahwa umat Islam tidak perlu ikut merayakan Natal, Paskah, atau Tahun Baru, karena akar perayaannya berasal dari kepercayaan pagan dan dewa-dewa Yunani kuno.

Ia menunjukkan simbol-simbol seperti Trinity (Bapak, Anak, Roh Kudus) yang berasal dari konsep Deus, turunan dari nama Zeus. Begitu juga dengan pesta tahun baru yang disebutnya sebagai perayaan kelahiran dewa Janus, sosok berkepala dua yang melambangkan masa lalu dan masa depan. “Ketika kamu ikut countdown dan menyalakan kembang api, sadar atau tidak, kamu sedang ikut merayakan hari lahirnya Janus,” jelas beliau.

Namun Ustaz Kainama menutup dengan pesan damai: jangan ganggu ibadah umat lain, tapi juga jangan ikut-ikutan dalam ibadah mereka. Islam mengajarkan rahmat bagi seluruh alam rahmatan lil ‘alamin, agama kasih sayang, bukan kekerasan. “Mari bergandengan tangan, bukan untuk mencampur agama, tapi untuk saling menghormati,” ujarnya.

“Islam bukan agama radikal. Islam bukan agama teroris. Kami adalah rahmatan lil ‘alamin, rahmat dan cinta kasih bagi seluruh alam.”

Barakallahu fikum. Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi setiap Muslim agar tetap menjaga akidah, menebar kasih sayang, dan menghormati perbedaan tanpa kehilangan jati diri. Doakan selalu perjuangan Ayah Sofya, Ustaz Ahmad Kainama, dan seluruh tim Mualaf Center Aya Sofya yang terus membimbing saudara-saudara baru dalam Islam di seluruh Indonesia dan dunia.


Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).


ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?

REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA


SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:

MUALAF CENTER AYA SOFYA

PRODUK PARFUM AYA SOFYA


MEDIA AYA SOFYA

Website: www.ayasofya.id

Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA

YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA

Instagram: @ayasofyaindonesia

Email: ayasofyaindonesia@gmail.com


HOTLINE:

+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506

+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100

+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361


ADDRESS:

MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.

PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah

SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.

SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.

TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416

BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Barat

DEPOK: Jl. Tugu Raya Jl. Klp. Dua Raya, Tugu, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451

BOGOR: Jl. Komp. Kehutanan Cikoneng No.15, Pagelaran, Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16610

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.