Dalam sebuah daurah Kristologi, Ustaz Ahmad Kainama membuka materi dengan gaya khasnya yang penuh analogi, tegas, namun tetap menyentuh aspek persaudaraan. Ia menegaskan bahwa Kristologi bukanlah arena untuk saling mengunggulkan diri, melainkan sebuah amanah dari Allah untuk merajut kembali kerukunan antarumat beragama.
Acara diawali dengan pembacaan ayat Al-Qur’an, tepatnya Surah Al-Maidah ayat 116, yang mengisahkan dialog Allah dengan Nabi Isa Alaihissalam. Ayat tersebut menjadi landasan utama pembahasan: bahwa Isa tidak pernah mengaku sebagai Tuhan dan tidak pernah mengajarkan penyembahan selain kepada Allah.
“Magurebe”: Dari Ambon untuk Indonesia
Ustaz Kainama kemudian memperkenalkan sebuah istilah dari tanah kelahirannya Ambon, “Magurebe.” Kata ini bermakna bangkit dan membangun bersama-sama. Menurutnya, istilah ini muncul pasca konflik sosial yang melibatkan umat Islam dan Kristen di Maluku pada tahun 1999–2000.
Dengan penuh semangat ia menjelaskan bahwa “Magurebe” bukan sekadar kata, melainkan sebuah ajakan untuk bersatu, menghindari provokasi, dan menyadari bahwa umat beragama di Indonesia sering kali dipermainkan oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan politik maupun ideologis.
“Ketika saya sebut ‘Magurebe’, orang bertanya-tanya, apa maksudnya? Itu contoh bahwa Kristologi juga harus dimulai dari hal mendasar dari kesadaran membangun, bukan menjatuhkan,” tegasnya.
Kristologi Bukan Arena Popularitas
Dalam pemaparannya, Ustaz Kainama menolak keras klaim bahwa ada “ahli” Kristologi. Menurutnya, Kristologi bukanlah bidang untuk mencari popularitas atau gelar akademik, melainkan ruang dialog yang dititipkan Allah agar umat Islam mampu menjaga diri dan menjalin hubungan harmonis dengan umat Kristiani.
“There is no one become an expert in Christology,” ucapnya tegas. Kristologi hadir di Indonesia bukan untuk adu jago, tetapi sebagai jalan menjaga kerukunan dengan cara yang proporsional.
Ia juga menyinggung bagaimana sejak 2014 hingga 2017, istilah toleransi kerap diputarbalikkan sehingga Islam justru dicitrakan sebagai agama anti-toleransi. “Inilah kenapa kita butuh Kristologi: agar umat Islam tidak terjebak pada stigma yang sengaja diprovokasikan,” tambahnya.
Amunisi untuk Dakwah
Kristologi, menurut Ustaz Kainama, adalah “amunisi”. Amunisi bukan untuk menyerang, tetapi untuk bertahan dari gelombang islamofobia yang dibiayai oleh pihak-pihak luar negeri. Ia mencontohkan bagaimana banyak konten di YouTube dan TikTok yang menghina Islam justru mendapatkan dukungan dana dari donatur asing.
“Perhatikan saja, channel yang rajin menghujat Rasulullah dan Islam itu justru banyak mendapat gift dan donasi. Bahkan ada yang rela keluar negeri demi lebih leluasa menyerang Islam,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa Kristologi harus diajarkan dengan pola pikir “out of the box”, tidak terjebak dalam debat dangkal yang hanya mengulang-ulang logika lama.
Kristologi Bukan untuk Merendahkan
Dalam suasana hangat, Ustaz Kainama mengingatkan para peserta daurah agar tidak menjadikan Kristologi sebagai alat untuk merendahkan umat Kristiani. “Kristologi bukan untuk kita sombong, apalagi merasa lebih tahu tentang agama orang lain. Tujuannya adalah menjaga diri, memperkuat iman, dan membangun komunikasi yang sehat,” ujarnya.
Ia bahkan menyampaikan pengalaman pribadinya sebagai seorang mualaf yang pernah hidup dalam tradisi Kristen. Dengan rendah hati, ia mengakui bahwa masa lalunya itulah yang justru memberi perspektif berbeda ketika membahas Kristologi.
Fokus pada Substansi, Bukan Teknis
Menurutnya, masalah utama dalam kekristenan bukanlah soal teks asli (original text) atau fakta sejarah, melainkan soal kebiasaan yang sudah mendarah daging. Ia mencontohkan, “Kalau Yesus bukan Tuhan, lalu bagaimana dengan tradisi makan babi kecap yang sudah biasa di kalangan mereka? Inilah yang sering jadi alasan emosional.”
Dengan nada satir namun tajam, ia menjelaskan bahwa sering kali dialog atau debat hanya berputar pada permintaan dalil tanpa pernah membahas akar masalahnya.
Amanah sebagai Kristolog
Di akhir pembahasan, Ustaz Kainama menegaskan kembali bahwa Kristologi adalah amanah dari Allah. Setiap muslim yang belajar Kristologi hendaknya menyadari bahwa ia sedang menjadi “jarum” yang merajut kerukunan, bukan “pisau” yang memutus silaturahmi.
“Jadilah seorang kristolog yang sadar bahwa Allah menitipkan tanggung jawab besar. Jangan merasa hebat, karena tidak ada pakar Kristologi. Yang ada hanyalah hamba Allah yang diberi tugas menjaga kerukunan,” pungkasnya.
Pentingnya Data Primer dalam Kajian Kitab
Dalam kajian kritis terhadap kitab-kitab kuno, Ustaz Ahmad Kainama selalu menekankan pentingnya data primer. Ia mencontohkan bagaimana mahasiswa di STID (Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah) diajarkan untuk tidak berhenti pada kutipan kedua atau ketiga, melainkan melacak hingga sumber aslinya. Jika sebuah pernyataan berasal dari penulis tertentu, maka dialah yang menjadi data primer. Dengan pendekatan ini, setiap klaim yang dibuat tentang teks agama harus bisa ditelusuri sampai ke akarnya.
Metode ini menjadi krusial dalam menyingkap kontradiksi yang terdapat dalam kitab-kitab yang dianggap suci oleh umat Kristen. Sebab, tanpa kembali pada sumber primer, seringkali umat hanya mewarisi interpretasi sekunder yang sudah bercampur dengan tafsir dan doktrin belakangan.
Jemaat Iblis dan Orang-Orang yang Dikasihi
Dalam kitab Wahyu, Yohanes menuliskan penglihatan tentang adanya dua kelompok:
- Jemaat iblis, yang disebutkan secara jelas tetapi tanpa nama. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang mengaku Yahudi padahal bukan, alias kaum zionis atau bangsa yang hanya mengaku-ngaku sebagai pewaris Bani Israil.
- Orang-orang yang dikasihi, yang tidak disebutkan secara langsung namanya, tetapi disebut dengan istilah yang dalam bahasa Ibrani berbunyi “ha rahim ve ha rahum”.
Kata ini, ketika ditelusuri, berakar pada istilah yang juga dikenal dalam bahasa Arab, yaitu Rahman dan Rahim. Dari sini jelas bahwa yang dimaksud Yohanes adalah kelompok yang kelak dikenal sebagai umat Islam, yakni orang-orang yang beragama atas nama Allah Ar-Rahman Ar-Rahim.
Yesus Tidak Pernah Menyebut Kristen
Satu hal yang penting digarisbawahi: Yesus sama sekali tidak pernah menyebut agama Kristen. Ia hanya mengenal istilah shalom (damai), yang dalam akar katanya sejalan dengan Islam—penyerahan diri kepada Tuhan. Bahkan ketika Yohanes berbicara tentang jemaat iblis, ia tidak pernah menyebut Kristen. Sebaliknya, Yesus hanya menyebut mereka yang dikasihi Allah sebagai orang-orang rahman-rahim, yaitu kaum Muslim.
Kritik pedas pun muncul terhadap mereka yang selama ini mengklaim diri sebagai “Israel rohani” atau bahkan menempelkan simbol-simbol seperti Bintang Daud di depan gereja. Padahal, Nabi Daud sendiri tidak pernah tahu tentang simbol tersebut. Itu hanyalah ciptaan baru yang dipaksakan demi kepentingan politik zionisme.
Shalom = Islam, Qara = Al-Qur’an
Ustaz Kainama kemudian mengajak hadirin menelusuri kamus Ibrani kuno yang dikenal sebagai Brown Driver Briggs (1714). Dari sana, ditemukan bahwa kata kerja qara berarti membaca, menyeru, atau membacakan dengan suara keras. Dalam konteks bahasa Arab, istilah ini berkaitan langsung dengan kata Qur’an.
Artinya, dalam teks-teks kuno, sejak zaman Yesus sudah disebutkan bahwa kitab yang akan diturunkan kemudian adalah Al-Qur’an. Inilah yang dimaksud dalam nubuat Yesaya 29:12:
“Dan apabila kitab itu diberikan kepada seorang yang tidak dapat membaca dengan mengatakan: ‘Baiklah baca ini,’ maka ia akan menjawab: ‘Aku tidak dapat membaca.’”
Ayat ini jelas menunjuk pada peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad ﷺ di Gua Hira dengan kalimat “Iqra’!”
Bukti Nama Muhammad dalam Kitab-Kitab Lama
Tidak hanya itu, dalam Kidung Agung 5:16, bahasa Ibraninya secara eksplisit menyebut nama Muhammadim. Meski dalam terjemahan modern sering disamarkan, teks aslinya tetap menunjukkan bahwa nama Muhammad sudah dikenal ribuan tahun sebelum beliau lahir.
Sayangnya, mayoritas umat Kristen tidak memedulikan teks asli dalam bahasa Ibrani maupun Yunani. Mereka hanya menerima terjemahan yang sudah dipengaruhi oleh kepentingan gereja. Padahal, jika kembali pada naskah asli, jelas sekali bahwa Yesus tidak pernah mengenal Kristen, melainkan hanya mengenal Islam sebagai agama yang akan melanjutkan risalah tauhid.
Ajak Kembali ke Rumah Asal: Islam
Dengan paparan ini, Ustaz Kainama menutup diskusi dengan ajakan lembut:
“Saudaraku, kau itu bukan keluar dari Kristen masuk Islam. Kau hanya kembali pulang ke rumah asalmu, yaitu Islam. Agama yang sejak zaman Yesus, sejak zaman para nabi, telah disebut sebagai agama Rahman Rahim, agama penyerahan diri kepada Tuhan.”
Baik, saya akan buatkan lanjutan artikel panjang untuk website berdasarkan transkrip yang baru Anda berikan. Saya akan tetap menjaga kesinambungan dari artikel sebelumnya, lalu mengembangkan isinya menjadi narasi yang runtut, terstruktur, dan mudah dipahami.
Menelusuri Kidung Agung dan Nama Ahmad
Kajian terhadap Kitab Suci sering kali membawa kita pada penemuan yang mengejutkan, terutama bila menelaah teks asli dalam bahasa Ibrani. Salah satu rujukan yang sering dibahas adalah Kidung Agung 5:16. Dalam teks Ibrani kuno, ditemukan kata Mahmad (Strong’s Concordance 4261) yang oleh sebagian besar penerjemah justru dialihkan maknanya menjadi “menarik” atau “indah”. Padahal, akar kata ini memiliki kedekatan fonetik dan semantik dengan nama Ahmad, sebuah nama yang dalam bahasa Arab berarti “yang terpuji” dan merupakan salah satu nama Nabi Muhammad ﷺ.
Sayangnya, para penerjemah modern banyak yang menolak mengakui hal ini. Mereka lebih memilih makna kiasan, bahkan memaksakan terjemahan seperti “segala sesuatu padanya menarik” atau “lovely altogether”. Padahal, sebagaimana dijelaskan oleh para peneliti linguistik, tidak ada alasan kuat untuk menolak keterkaitan langsung antara Mahmad dengan nama Ahmad.
Bukti linguistik semakin kuat ketika membuka rujukan Theological Wordbook of the Old Testament (TWOT 673D). Dalam penjelasannya, disebutkan bahwa nama Nabi Muhammad berasal dari akar kata yang sama, yakni ḥmd (ḥa-mim-dal). Bahkan, terdapat keterangan eksplisit dalam bahasa Inggris: “The name of the Muslim prophet Muhammad came from this root.” Artinya, akar kata ini tidak hanya identik secara bunyi, tetapi juga secara makna.
Hamidah, Ahmad, dan Kesengajaan Penyembunyian Nama
Menariknya, dalam teks Ibrani kuno huruf vokal tidak ditulis, hanya berupa konsonan. Dengan demikian, rangkaian huruf ḥ-m-d dapat dibaca menjadi Ahmad. Namun, sebagian kalangan Yahudi menuliskannya sebagai Hamidah, sebuah bentuk yang tetap bermakna pujian. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mengetahui arti dasarnya, namun enggan menyebutkan bentuk yang jelas mengarah kepada Nabi akhir zaman.
Secara semantik, kata ḥmd (hamidah) dalam bahasa Ibrani berarti “pujian” atau “yang terpuji”, persis dengan makna Ahmad dalam bahasa Arab. Bahkan, dalam liturgi Yahudi terdapat ungkapan-ungkapan seperti Hamidah Adonai, yang bermakna “Pujian bagi Tuhan”. Ini semakin menegaskan bahwa nama Nabi Muhammad ﷺ sejatinya terekam dalam teks asli, hanya saja disamarkan melalui terjemahan yang dipaksakan.
Manipulasi Huruf: Dari Ahmad Menjadi Etmak
Salah satu bukti lain yang diungkap adalah dalam Kitab Yesaya 42:1. Teks Ibrani berbunyi: “Lihatlah, hambaku yang Kupegang, orang yang Kupilih, yang kepadanya Aku berkenan; Aku telah menaruh Roh-Ku kepadanya, supaya ia menyatakan hukum bagi bangsa-bangsa.”
Dalam bahasa Ibrani, kata kunci di ayat ini berbunyi etmak, yang diterjemahkan sebagai “yang Kupegang”. Namun, penelitian linguistik menunjukkan kejanggalan: kata etmak ini hanya muncul satu kali sepanjang Tanakh (Perjanjian Lama versi Ibrani). Jika benar bermakna “yang Kupegang”, seharusnya kata ini muncul berulang kali, sebagaimana seringnya Allah menyebut nabi-nabi lain sebagai hamba yang dipegang atau dipilih.
Dugaan yang kuat, kata asli bukanlah etmak, melainkan Ahmad. Modifikasi terjadi melalui perubahan kecil pada bentuk huruf: huruf dalet (ד) diubah menjadi kaf (כ), dan huruf hei (ה) diubah menjadi tav (ת). Perubahan sederhana pada bentuk goresan pena ini berhasil mengalihkan makna, sekaligus menyembunyikan nama Nabi Muhammad ﷺ dari teks.
Penelitian ini diperkuat oleh karya Prof. James D. Tabor, seorang pakar arkeologi dan linguistik asal Barat. Dalam bukunya, Tabor menjelaskan bahwa banyak teks kuno telah diubah secara sengaja demi menghapus jejak Nabi terakhir. Meski ia sendiri masih beragama Kristen, pengakuannya memberikan validasi akademis bahwa nama Ahmad memang pernah tercantum dalam naskah asli.
Bahasa Yesus dan Ketidaksesuaian Injil
Hal lain yang kerap menimbulkan pertanyaan adalah bahasa yang digunakan oleh Yesus. Berdasarkan kajian sejarah, Yesus tidak pernah berbicara bahasa Yunani. Bahasa sehari-hari yang digunakan Yesus adalah Aram dan Ibrani. Namun, dalam Perjanjian Baru yang beredar sekarang, banyak percakapan Yesus ditulis dalam bahasa Yunani, termasuk dialog dengan Pilatus. Hal ini menimbulkan kejanggalan historis, sebab Pilatus sebagai pejabat Romawi bisa saja menggunakan Latin, tetapi Yesus jelas tidak berbicara Yunani. Dengan demikian, keotentikan teks Perjanjian Baru perlu dipertanyakan.
Benang Merah Kenabian yang Terhapus
Dari kajian linguistik, filologi, hingga sejarah bahasa, kita dapat menyimpulkan bahwa nama Nabi Muhammad ﷺ memang telah tertulis dalam kitab-kitab terdahulu. Namun, jejak itu berulang kali mengalami distorsi, baik melalui penerjemahan, penghilangan huruf, maupun manipulasi makna.
Kitab Suci sesungguhnya memberikan kesaksian yang jelas. Hanya saja, sebagaimana diakui Prof. James D. Tabor dan sejumlah peneliti lain, terdapat upaya sistematis untuk menghapus jejak kenabian terakhir ini. Bagi umat Islam, bukti ini semakin menguatkan keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang terjaga dari perubahan, sekaligus penyempurna bagi kitab-kitab sebelumnya.
Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).
ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?
REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA
SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:
MUALAF CENTER AYA SOFYA
MEDIA AYA SOFYA
Website: www.ayasofya.id
Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA
YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA
Instagram: @ayasofyaindonesia
Email: ayasofyaindonesia@gmail.com
HOTLINE:
+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506
+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100
+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361
ADDRESS:
MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.
PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.
TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416
BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Barat
DEPOK: Jl. Tugu Raya Jl. Klp. Dua Raya, Tugu, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451
BOGOR: Jl. Komp. Kehutanan Cikoneng No.15, Pagelaran, Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16610