Dari Cahaya Pontianak ke Jakarta: Perjalanan Jiwa Seorang Pencari Kebenaran
Di tengah suasana hangat di Mualaf Center Aya Sofya, sebuah momen yang menggetarkan hati kembali terjadi. Kamera menyorot lembut ke arah seorang wanita muda berwajah teduh yang duduk di antara para pembimbing. Dialah Jesslyn Thea Lestari, gadis asal Pontianak yang hari itu mengucapkan dua kalimat syahadat, menandai lembaran baru dalam hidupnya sebagai seorang muslimah.
Ustaz Rizal Abh, pembawa acara yang setia mendampingi prosesi pensyahadatan di Aya Sofya, menyapa dengan nada ceria namun penuh haru. “Sahabat Aya Sofya yang dimuliakan Allah, insyaAllah sebentar lagi kita akan saksikan bersama masuknya saudari kita, Jesslyn Thea Lestari, ke dalam Islam.”
Di samping Jesslyn duduk Bunda Etika, sosok lembut namun tegas yang dikenal sebagai pembimbing mualaf berbahasa Inggris, serta Bunda Hajjah Sarfini, wanita yang akan menuntun pembacaan syahadat.
Malam itu bukan sekadar sebuah acara keagamaan. Ia adalah saksi bisu dari perjalanan panjang sebuah jiwa yang haus akan kebenaran perjalanan menuju Allah.
“Saya Merasa Ada Panggilan…”
Dengan suara pelan namun mantap, Jesslyn menceritakan awal mula pencariannya. Ia berasal dari keluarga Protestan. Sejak kecil, agama bukanlah pilihannya, melainkan warisan yang diterima begitu saja. Namun beberapa bulan terakhir, ada sesuatu yang menggetarkan jiwanya.
“Saya lebih ke dorongan keinginan sendiri. Seperti ada panggilan yang membuat saya merasa harus berpindah… segera,” ungkapnya.
Bagi sebagian orang, kalimat itu sederhana. Tapi bagi seorang pencari Tuhan, kata “panggilan” adalah hal besar bisikan lembut dari Sang Pencipta yang mengetuk hati hamba-Nya.
Ia tidak marah pada agamanya yang dulu, tidak pula kecewa pada keluarganya. Ia hanya merasa bahwa kebenaran sejati harus dicari, bukan diwarisi.
“Saya ingin beragama dengan sesuatu yang bisa saya percaya sepenuhnya. Saya ingin ada dasar yang jelas, logis, dan bisa diterima akal.”
Kalimat itu menjadi awal diskusi panjang malam itu.
Islam: Agama yang Logis, Adil, dan Penuh Kasih
Bunda Etika menjawab dengan penuh kelembutan, menggunakan bahasa yang mudah dipahami Jesslyn.
“Islam bukan agama baru,” jelasnya.
“Islam adalah ajaran yang sudah ada sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Semua nabi membawa pesan yang sama, menyembah Allah Yang Esa.”
Ia lalu menjelaskan bahwa baik Yahudi, Kristen, maupun Islam sama-sama mengklaim kebenaran. Namun, kebenaran tidak hanya diukur dari klaim, tetapi dari fakta dan kesinambungan ajaran itu sendiri.
Sejarah mencatat, setelah Yesus, muncul agama Islam dengan Nabi Muhammad ﷺ yang membawa kitab suci terakhir, Al-Qur’an. Dan hingga hari ini, Islam terus berkembang pesat, menjadi agama dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
“Kalau benar tidak ada lagi agama setelah Yesus, bagaimana mungkin muncul Islam dan berkembang seperti sekarang?” tanya Bunda Etika lembut, membuat Jesslyn merenung.
Islam dan Kekuatan Akal
Salah satu hal yang menarik perhatian Jesslyn adalah rasionalitas Islam.
Bunda Etika mengutip pemikiran Karen Armstrong, profesor studi agama asal Inggris yang menulis banyak buku tentang sejarah agama dan Nabi Muhammad ﷺ.
“Karen Armstrong mengatakan, agama paling rasional di dunia ini adalah Islam, unfortunately Islam,” katanya. Padahal beliau bukan muslimah.”
Fakta inilah yang menarik banyak orang di Barat untuk masuk Islam.
Ilmu pengetahuan modern pun semakin membuktikan bahwa ajaran Al-Qur’an sesuai dengan realitas ilmiah. Dari konsep penciptaan alam semesta, perkembangan embrio, hingga keteraturan matematis di dalam susunan ayat-ayatnya semua menunjukkan kebesaran Allah.
“Qur’an itu bukan hanya kitab wahyu, tapi juga kitab logika,” ujar Bunda Etika.
“Ia bukan buku sains, tapi seluruh isinya selaras dengan sains.”
Agama yang Dijaga Langsung oleh Allah
Salah satu poin yang paling menyentuh dalam diskusi malam itu adalah ketika Bunda Etika menjelaskan keistimewaan Al-Qur’an.
Kitab suci lain disusun dari naskah-naskah kuno yang diterjemahkan berkali-kali, mengalami revisi, dan bergantung pada manuskrip manusia.
Namun Al-Qur’an berbeda. Ia diabadikan dalam ingatan manusia, dijaga di dada para penghafal (huffaz) di seluruh dunia.
“Kalau seluruh kitab di dunia ini hancur, yang bisa dikembalikan hanya Al-Qur’an,” ujar Bunda Etika.
“Cukup panggil para hafiz, maka seluruh ayatnya akan kembali utuh. Karena Allah sendiri berjanji dalam surat Al-Hijr ayat 9:
‘Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.’”
Jesslyn mengangguk. Ia mulai memahami mengapa Islam begitu kuat dan kokoh meski diserang dari berbagai arah selama berabad-abad.
Logika, Fitrah, dan Keadilan
Bunda Etika kemudian membawa diskusi ke hal yang paling mendasar: fitrah manusia.
Ia menyinggung konsep dosa warisan dalam Kekristenan dan mempertanyakan logikanya.
“Apakah masuk akal kalau seseorang yang tidak bersalah harus mati menanggung dosa orang lain? Itu tidak logis,” ujarnya.
Islam datang bukan untuk menolak Yesus, melainkan meluruskan pemahamannya.
Yesus (Isa ‘Alaihissalam) adalah nabi yang mulia, bukan Tuhan. Islam memuliakannya tanpa menuhankannya.
Islam adalah agama yang rasional, adil, dan sesuai dengan kodrat manusia.
“Dalam Islam, kamu bertanggung jawab atas perbuatanmu sendiri. Tidak ada dosa turunan. Tidak ada penebusan dengan darah.”
Islam Mengatur Segala Aspek Kehidupan
Dari soal keimanan hingga kehidupan sosial, Islam memberi aturan yang jelas.
Dari bangun tidur hingga tidur lagi, semuanya diatur dengan rapi bukan untuk membatasi manusia, tapi untuk melindunginya dari keburukan.
Larangan meminum alkohol, misalnya, bukan sekadar aturan, tapi bentuk kasih sayang Allah. Alkohol disebut sebagai “ummul khabaits” ibu dari segala kejahatan karena darinya lahir berbagai maksiat dan kehancuran moral.
Dalam hal keadilan, Islam menempuh jalan tengah.
Jika dalam agama sebelumnya seseorang dilarang membalas kejahatan, Islam membolehkan pembalasan setimpal demi menegakkan keadilan, namun tetap menganjurkan maaf sebagai pilihan yang lebih baik.
“Islam memberi solusi, bukan sekadar idealisme yang tidak bisa dijalankan,” kata Bunda Etika.
“Kalau ada orang berbuat jahat, Islam tidak menutup mata. Tapi juga tidak mendorong dendam. Semua ada ukurannya.”
Poligami, Keadilan, dan Solusi Hidup
Topik lain yang sempat dibahas adalah poligami.
Bunda Etika menjelaskan bahwa poligami bukan perintah, melainkan solusi dalam kondisi tertentu.
“Nabi-nabi terdahulu bahkan memiliki ratusan istri dan gundik. Islam datang justru untuk membatasi maksimal empat, dan itu pun dengan syarat keadilan.”
Islam bukan agama yang menindas perempuan. Sebaliknya, Islam adalah satu-satunya sistem yang memberikan perempuan hak waris, hak memilih pasangan, hak belajar, dan hak menjadi manusia merdeka, berabad-abad sebelum dunia Barat mengenalnya.
Perang dalam Islam: Hanya untuk Membela Diri
Sering kali Islam dituduh sebagai agama kekerasan karena ayat-ayat perang.
Namun, Bunda Etika meluruskan bahwa perang dalam Islam hanya dibolehkan untuk mempertahankan diri, bukan menyerang.
“Rasulullah ﷺ bahkan melarang membunuh anak-anak, wanita, orang tua, dan hewan yang tidak bersalah. Tidak boleh merusak pohon, tidak boleh menghancurkan tempat ibadah,” jelasnya.
“Perang dalam Islam bukan untuk menjajah, tapi untuk mempertahankan kehormatan.”
Konsep ini membuat Jesslyn semakin yakin: Islam bukan agama yang keras. Islam adalah agama yang mengatur keadilan dan kasih sayang dalam proporsi seimbang.
Air Mata Syahadat: “Aku Bersaksi…”
Setelah penjelasan panjang itu, suasana pun berubah.
Jesslyn menundukkan kepala, air matanya menetes. Ustaz Rizal mempersilakan Bunda Hajjah Sarfini untuk memimpin pembacaan syahadat.
Dalam keheningan malam, suara Jesslyn terdengar pelan tapi mantap:
“Ashhadu an laa ilaha illallah, wa ashhadu anna Muhammadan Rasulullah.”
Tangis pecah. Beberapa jamaah menutup wajah, menahan haru.
Bunda Sarfini memeluk Jesslyn dengan lembut.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dosamu yang lalu telah Allah hapuskan.
Selamat datang, selamat pulang ke rumah yang sebenarnya.”
Dari Satu Hati ke Ratusan Jiwa
Momen itu bukan hanya menyentuh hati Jesslyn, tapi juga para saksi yang hadir.
Setiap kali ada yang bersyahadat di Mualaf Center Aya Sofya, selalu ada getaran iman yang menular. Hidayah yang turun pada satu jiwa bisa menggugah ratusan jiwa lainnya.
“Malam ini dua orang bersyahadat,” kata Ustaz Rizal.
“Semoga perjuangan Sumayyah, wanita pertama yang mati syahid karena Islam akan dilanjutkan oleh mujahidah-mujahidah baru malam ini.”
Ucapan itu membuat ruangan semakin hening. Tak ada yang bisa menahan air mata.
Satu kalimat syahadat telah mengguncang ratusan hati, membakar kembali semangat keimanan, dan menjadi bukti bahwa hidayah Allah tidak bisa ditolak siapa pun yang telah Ia pilih.
Doa untuk Jesslyn dan Para Mualaf
Acara ditutup dengan doa bersama.
Bunda Etika memohon agar Allah meneguhkan langkah Jesslyn dan saudari mualaf lainnya.
“Semoga siapapun yang hadir malam ini menjadi duta-duta Islam. Semoga Allah meneguhkan iman kalian, memberi kekuatan menghadapi ujian, dan menjadikan rumah ini rumah hidayah semakin ramai dengan cahaya.”
Dan benar, malam itu Aya Sofya bukan hanya tempat peristiwa. Ia menjadi saksi sejarah
bahwa di tengah hiruk pikuk dunia modern, masih ada jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran, yang rela meninggalkan zona nyaman demi menemukan Tuhan yang sejati.
Penutup: Ketika Allah Memanggil, Tak Ada yang Bisa Menolak
Kisah Jesslyn Thea Lestari bukanlah akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju Allah.
Ia telah menempuh jalan yang sulit: meninggalkan keyakinan lama, menghadapi kemungkinan kehilangan restu keluarga, namun tetap mantap melangkah karena ia yakin Islam adalah kebenaran yang logis, murni, dan menyentuh hati.
“Jika kamu mendekat kepada-Ku satu jengkal,” firman Allah,
“Aku akan mendekat kepadamu satu hasta. Jika kamu berjalan kepada-Ku, Aku akan berlari kepadamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga kisah syahadat Jesslyn ini menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Sebab, terkadang, hidayah Allah turun lewat satu kalimat sederhana, namun mengguncang dunia dan menghidupkan kembali ratusan hati yang sedang tidur.
Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).
ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?
REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA
SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:
MUALAF CENTER AYA SOFYA
MEDIA AYA SOFYA
Website: www.ayasofya.id
Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA
YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA
Instagram: @ayasofyaindonesia
Email: ayasofyaindonesia@gmail.com
HOTLINE:
+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506
+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100
+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361
ADDRESS:
MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.
PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.
TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416
BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Barat
DEPOK: Jl. Tugu Raya Jl. Klp. Dua Raya, Tugu, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451
BOGOR: Jl. Komp. Kehutanan Cikoneng No.15, Pagelaran, Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16610