Sosok Muda, Ilmu Tajam, dan Nyali Besar
Di usia muda, sebagian besar orang masih sibuk menata masa depan, belajar, atau meniti karier. Namun, berbeda halnya dengan Ustaz Masyhud, SM, seorang tokoh muda yang dikenal sebagai apologet Islam termuda di Indonesia. Di usia 21 tahun, beliau sudah berdiri di mimbar gereja untuk berdebat ilmiah dengan para pendeta dan pastor senior. Sejak saat itu, kiprahnya di dunia debat lintas agama terus menanjak hingga kini dikenal luas di kalangan akademisi dan dai pembela Islam.
Sejarah mencatat, Ustaz Masyhud pernah berdebat melawan sejumlah tokoh besar lintas denominasi Kristen dari Katolik hingga Protestan. Ia bukan hanya hafal dalil Al-Qur’an dan Hadis, tetapi juga menguasai kitab-kitab Kristen seperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan sejarah terbentuknya Alkitab dengan sangat mendalam.
Rekam Jejak Debat: Dari Gereja ke Pusat Dakwah
Perjalanan intelektual dan dakwah Ustaz Masyhud dimulai sejak usia sangat muda:
- Usia 21 tahun — berdebat melawan Pastor Dr. Sixtus Situmorang di Gereja Katolik Probolinggo.
- Usia 25 tahun — berdebat dengan Pendeta Herman Simanjuntak dari Nehemiah Christian Center Jakarta. Debat ini bahkan dilakukan langsung di kantor pusat gereja tersebut, yang didirikan oleh Pendeta Suradi, seorang tokoh yang kerap menghujat Islam dan kemudian kabur ke Amerika Serikat.
- Usia 27 tahun — tampil di forum besar menghadapi 13 pendeta bergelar Magister, yang dipimpin oleh Dr. Hotma Saur Parasiang Silitonga, di Pusat Dakwah Islam (PUSDAI) Bandung.
Sejak itu, puluhan hingga ratusan pendeta dari berbagai denominasi Kristen sudah pernah berhadapan dengannya dalam forum ilmiah, baik tertutup maupun terbuka. Namun dalam setiap kesempatan, Ustaz Masyhud selalu menegaskan bahwa debat bukan untuk menjatuhkan lawan, melainkan mengembalikan kebenaran kepada posisi semestinya, yakni tauhid.
Rahasia di Balik Istilah “Alkitab”: Upaya Sistematis Pemurtadan Bahasa
Dalam salah satu ceramahnya, Ustaz Masyhud menjelaskan bahwa istilah “Alkitab” yang digunakan umat Kristen sebenarnya tidak pernah dipakai dalam sejarah awal Kekristenan. Dahulu, umat Kristen hanya menyebutnya sebagai “Kitab Suci” atau dalam bahasa Inggris, Bible. Namun istilah “Alkitab” baru mulai digunakan di Indonesia dalam rangka mengelabui umat Islam.
Beliau menjelaskan:
“Mereka tahu bahwa dalam Al-Qur’an, Allah menyebut kitab wahyu-Nya dengan istilah Al-Kitab, sebagaimana dalam Surah Al-Baqarah ayat 2:
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ.
‘Itulah Kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertakwa.’
Dengan mengadopsi istilah Alkitab, umat non-Muslim seakan menegaskan kesamaan posisi antara Al-Qur’an dan kitab mereka, padahal keduanya sangat berbeda secara substansi, asal-usul, maupun keotentikan teksnya.
Bahasa Indonesia dan Jejak Islam yang Dihapus
Ustaz Masyhud juga menyinggung bagaimana bahasa Indonesia secara perlahan mengalami “pemurtadan” linguistik. Banyak kata serapan dari bahasa Arab yang dulu lazim digunakan kini digantikan dengan istilah baru yang menjauhkan umat dari akar bahasa Islam. Contohnya:
- Muqaddimah diganti menjadi Pendahuluan
- Aljabar diganti menjadi Matematika
- Algoritma diubah menjadi Logaritma
Ia mengaitkan proses ini dengan kebijakan pada era Menteri Pendidikan Daud Yusuf tahun 1977, di mana istilah-istilah Islami mulai disingkirkan dari kurikulum nasional. Bagi Ustaz Masyhud, ini bukan hal sepele — karena bahasa adalah pintu budaya dan ideologi. Bila umat kehilangan bahasa yang mencerminkan akidahnya, maka perlahan identitasnya juga akan luntur.
Peringatan Rasulullah tentang Peniruan Budaya Non-Muslim
Mengutip sabda Nabi Muhammad ﷺ, Ustaz Masyhud mengingatkan:
“Kamu akan mengikuti jejak langkah umat-umat sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, meskipun mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu akan mengikutinya.”
Hadis ini menjadi peringatan bahwa asimilasi budaya yang berlebihan tanpa filter iman dapat menyeret umat Islam untuk meniru sistem, adat, dan gaya hidup non-Muslim termasuk dalam hal ibadah dan bahasa agama.
Kristologi dan Pentingnya Mengetahui Kitab Suci Agama Lain
Sebagian umat Islam menganggap mempelajari kristologi (ilmu tentang doktrin dan sejarah Kristen) sebagai hal tidak perlu. Namun Ustaz Masyhud menegaskan bahwa memahami kitab orang lain adalah bagian dari pembelaan terhadap Islam, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 79:
“Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu berkata: ‘Ini dari Allah’, untuk memperoleh keuntungan yang sedikit.”
Ayat ini menjadi dasar ilmiah dalam mengkaji perubahan dan penyelewengan teks dalam kitab-kitab terdahulu.
Kasus Gafatar dan Strategi Pemurtadan Modern
Dalam ceramahnya, Ustaz Masyhud juga mengungkapkan keterlibatan tokoh Kristen dalam munculnya sekte-sekte sesat di Indonesia, salah satunya Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara). Ia menjelaskan bahwa salah satu penggeraknya, Dr. Robert Walean, seorang pendeta Advent, sempat berdialog dengannya sebelum akhirnya mengembangkan ajaran menyimpang bersama Ahmad Musaddiq, yang mengaku menerima wahyu di Gunung Salak.
Mereka memelintir ayat-ayat Al-Qur’an seperti Al-Baqarah ayat 4 dan Ali Imran ayat 3–4, untuk meyakinkan pengikutnya bahwa umat Islam wajib beriman kepada Taurat dan Injil yang disebut dalam kitab mereka, padahal yang dimaksud adalah Taurat dan Injil asli, bukan teks yang telah diubah dalam Bible.
Distorsi Ayat dan Kesalahpahaman tentang Nabi Muhammad ﷺ
Para misionaris, lanjut Ustaz Masyhud, sering memelintir ayat Al-Fath ayat 1–2 untuk menyerang kemaksuman Nabi Muhammad ﷺ:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata agar Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.”
Mereka menafsirkan secara literal bahwa Nabi Muhammad berdosa berulang kali, padahal dalam tafsir Islam ayat ini bermakna pemberian ampunan dan jaminan kemuliaan bagi Nabi, bukan pengakuan dosa sebagaimana dalam doktrin Kristen.
Perbedaan Fundamental: Al-Qur’an vs. Bible
Ustaz Masyhud menjelaskan, Bible adalah kumpulan kitab-kitab (dari kata Yunani Biblia, bentuk jamak dari Biblion), sedangkan Al-Qur’an adalah satu kitab yang utuh dan terjaga keasliannya. Oleh sebab itu, secara linguistik pun, istilah “Alkitab” yang berarti satu kitab sebenarnya tidak tepat untuk digunakan oleh umat Kristen karena kitab mereka adalah kumpulan naskah-naskah yang disusun oleh banyak penulis dengan perbedaan isi di antara denominasi.
Ia menegaskan, “Kalau benar satu kitab, seharusnya namanya Al-Kutub (kumpulan kitab), bukan Alkitab.”
Perbedaan Jumlah Kitab: Katolik, Protestan, dan Ortodoks
Sebagai peneliti teks kitab suci, Ustaz Masyhud menunjukkan data konkret:
- Protestan: Mengakui 39 kitab dalam Perjanjian Lama
- Katolik: Menambah beberapa kitab seperti Tobit, Yudit, Makabe I & II, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, dan Barukh
- Kristen Ortodoks Timur & Oriental: Mempunyai versi lebih panjang dan berbeda lagi
Perbedaan ini membuktikan bahwa tidak ada satu pun versi Bible yang benar-benar tunggal dan utuh, sebagaimana Al-Qur’an yang tidak berubah sejak diwahyukan lebih dari 14 abad silam.
Bahasa Asal Nabi Isa dan Ketidakcocokan Terjemahan Injil
Dalam perjalanan sejarah, ada fakta menarik yang sering luput dari perhatian banyak orang. Nabi Isa ‘alaihis salam
, sebagaimana diketahui, berbicara menggunakan bahasa Aram — bahasa yang digunakan masyarakat Palestina pada masanya. Namun, yang menjadi kejanggalan adalah: kitab-kitab Injil yang beredar sekarang justru ditulis dalam bahasa Yunani, bukan bahasa asli yang digunakan oleh Nabi Isa sendiri.
Perbedaan bahasa ini ibarat jarak antara bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia, bahkan lebih jauh lagi. Sebuah ungkapan sederhana dalam bahasa daerah belum tentu bisa diterjemahkan dengan makna yang sama ke dalam bahasa lain. Misalnya, ketika Presiden Soeharto mengundurkan diri dan berkata “gak pateken”, apakah ungkapan khas Jawa ini bisa benar-benar diterjemahkan sempurna ke bahasa Inggris? Tentu tidak. Begitu pula dengan sabda Nabi Isa yang awalnya dalam bahasa Aram, ketika dialihbahasakan ke Yunani, makna aslinya banyak yang hilang bahkan berubah.
Injil yang Disebarkan Nabi Isa Bukan Injil yang Ada Sekarang
Dalam Injil karangan Matius disebutkan bahwa Yesus menyebarkan Injil. Namun, para peneliti dan ahli sejarah sepakat bahwa Injil yang disebarkan Nabi Isa bukanlah Injil karangan Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Empat kitab tersebut merupakan karya tulis para pengikut setelah peristiwa penyaliban (yang sendiri masih diperdebatkan kebenarannya).
Artinya, Injil yang dikenal dunia saat ini hanyalah catatan tentang ucapan Nabi Isa, bukan wahyu langsung dari Allah. Namun karena umat Kristen meyakini bahwa Nabi Isa adalah Tuhan, maka ucapan beliau dianggap sebagai firman Tuhan. Dari sinilah muncul istilah Gospel yang berasal dari kata God’s Spell “ucapan Tuhan”.
Pendapat 76 Pakar Kristen Internasional: 82% Ucapan Yesus Tidak Asli
Penelitian besar-besaran terhadap teks-teks Perjanjian Baru dilakukan oleh 76 pakar kitab suci Kristen dari lembaga Jesus Seminar, yang kemudian membukukan hasilnya dalam karya monumental berjudul The Five Gospels. Buku tersebut membandingkan lima Injil: Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan Thomas.
Hasilnya mengejutkan dunia Kristen:
82% ucapan yang dinisbatkan kepada Yesus ternyata tidak pernah diucapkan oleh beliau.
Dalam istilah ilmu hadis Islam, temuan ini bisa disamakan dengan hadis maudhu’, yaitu hadis palsu yang disandarkan kepada Nabi. Artinya, sebagian besar teks Injil adalah hasil tambahan, editan, atau tafsiran penulis setelah berabad-abad lamanya.
Injil-Injil yang Disembunyikan dan Diharamkan Gereja
Tidak hanya empat Injil yang dikenal sekarang, dalam sejarah terdapat puluhan Injil lain yang ditulis oleh berbagai tokoh Kristen awal, di antaranya Injil Thomas dan Injil Barnabas. Namun, kitab-kitab ini dianggap apokrif, istilah yang berarti disembunyikan dari manusia.
Dalam catatan sejarah Dekritum Gelasianum dari abad ke-4 Masehi, Injil Barnabas secara eksplisit disebut sebagai salah satu kitab yang dilarang untuk dibaca. Padahal, Ensiklopedia Britanica juga mencatat bahwa naskah Injil Barnabas ditemukan di abad ke-4 dan kini tersimpan di Museum Turki. Artinya, Injil ini sudah ada dua abad sebelum lahirnya Nabi Muhammad ﷺ, bukan tulisan umat Islam abad ke-16 sebagaimana dituduhkan sebagian pihak.
Yang menarik, dalam Injil Barnabas terdapat penyebutan nama Nabi Muhammad ﷺ, sesuatu yang tentu tidak mungkin dimasukkan oleh umat Islam pada masa yang belum ada Islam itu sendiri.
Kitab Injil Tidak Punya Naskah Asli
Seorang pakar Perjanjian Baru, Bart D. Ehrman, menegaskan dalam bukunya yang diterbitkan oleh Gramedia (penerbit non-Muslim), bahwa:
“Orang Kristen tidak memiliki naskah asli dari keempat kitab Injil, bahkan tidak memiliki salinan dari naskah pertama, kedua, atau ketiga.”
Penyalinan dilakukan berulang-ulang oleh berbagai penyalin di zaman yang berbeda. Setiap penyalin membuat perubahan kecil, entah karena kesalahan, perbedaan dialek, atau keinginan memperhalus bahasa sehingga menghasilkan ribuan perbedaan antar manuskrip. Ehrman bahkan mencatat bahwa:
“Jumlah perbedaan antar manuskrip lebih banyak daripada jumlah kata dalam seluruh Perjanjian Baru.”
Jika perbedaan antar salinan sudah tak terhitung, bagaimana mungkin kebenaran teks aslinya masih bisa dijamin?
Tradisi Yahudi: Tulis dan Ubah; Tradisi Arab: Hafal dan Jaga
Dalam sejarahnya, orang Yahudi dan Nasrani memiliki tradisi tulisan, tetapi tradisi itu justru sering digunakan untuk mengubah isi kitab. Sementara orang Arab dikenal dengan tradisi lisan menghafal, menjaga, dan meriwayatkan dengan ketat setiap kata. Itulah sebabnya Al-Qur’an terjaga sempurna dari generasi ke generasi, sementara teks-teks Injil terus berubah.
Lihatlah betapa umat Islam di seluruh dunia menghafal Al-Qur’an dengan pelafalan yang sama, meski berbeda bahasa, bangsa, dan benua. Satu huruf saja berbeda, langsung dikoreksi. Inilah bentuk penjagaan ilahi yang Allah firmankan:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami pula yang menjaganya.”
(QS. Al-Hijr: 9)
Buta Huruf di Kalangan Yahudi dan Masa Kegelapan Eropa
Al-Qur’an sendiri telah menjelaskan fenomena ini dalam surat Al-Baqarah ayat 78–79:
“Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui isi Kitab kecuali hanya dongengan belaka, dan mereka hanya menduga-duga.”
“Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu berkata, ‘Ini dari Allah,’ untuk memperoleh keuntungan yang sedikit.”
Ayat ini terbukti nyata dalam sejarah. Bahkan dalam penjelasan Bart Ehrman, banyak orang Kristen awal yang buta huruf. Di masa dominasi gereja, Eropa memasuki zaman kegelapan (The Dark Age), ketika hanya segelintir biarawan yang bisa membaca teks Latin. Sebaliknya, dunia Islam di Andalusia justru menjadi pusat ilmu pengetahuan. Orang-orang Eropa datang belajar ke sana, dan dari sinilah lahir masa pencerahan (Renaissance).
Tak heran jika banyak istilah bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, dan Portugis berasal dari bahasa Arab, sebagai bukti peradaban Islam yang unggul di bidang ilmu pengetahuan.
Peringatan dari Kitab Wahyu: Jangan Menambah atau Mengurangi
Ironisnya, dalam kitab Wahyu bagian terakhir dari Bibel, terdapat peringatan keras:
“Barangsiapa menambah perkataan-perkataan pada kitab ini, Tuhan akan menambahkan malapetaka kepadanya. Dan barangsiapa mengurangi perkataan-perkataan dari kitab ini, Tuhan akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus (Yerusalem).”
Namun kenyataannya, penambahan dan pengurangan justru sudah terjadi berulang kali dalam sejarah penyalinan Bibel itu sendiri. Bahasa aslinya pun telah hilang.
Kembali kepada Wahyu Asli yang Terjaga
Dari seluruh fakta dan penelitian para ahli, baik Muslim maupun non-Muslim terlihat jelas bahwa Injil yang diimani umat Islam bukanlah teks karangan manusia, melainkan wahyu sejati yang Allah turunkan kepada Nabi Isa ‘alaihis salam
. Sedangkan Injil yang beredar kini hanyalah kumpulan catatan manusia yang penuh editan dan tafsiran.
Sebaliknya, Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang masih terjaga keasliannya, terpelihara dalam bahasa wahyunya, dan dihafal jutaan manusia hingga hari ini tanpa berubah satu huruf pun.
Kristologi bukanlah ajang menghujat, melainkan ilmu untuk memahami dan membuktikan kebenaran wahyu Allah. Sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah: Wahai Ahli Kitab, marilah kepada kalimat yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.”
(QS. Ali ‘Imran: 64)
Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).
ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?
REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA
SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:
MUALAF CENTER AYA SOFYA
MEDIA AYA SOFYA
Website: www.ayasofya.id
Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA
YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA
Instagram: @ayasofyaindonesia
Email: ayasofyaindonesia@gmail.com
HOTLINE:
+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506
+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100
+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361
ADDRESS:
MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.
PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah
SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.
TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416
BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Barat
DEPOK: Jl. Tugu Raya Jl. Klp. Dua Raya, Tugu, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451
BOGOR: Jl. Komp. Kehutanan Cikoneng No.15, Pagelaran, Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Ba