AKHIRNYA, SEKELUARGA ITU MASUK ISLAM


Pada sebuah sore yang penuh keberkahan, hadir satu keluarga yang dengan hati mantap menyatakan untuk masuk Islam. Tidak ada rekayasa, tidak ada settingan, semua berlangsung dengan penuh kesadaran. Berkas-berkas lengkap, mulai dari KTP hingga dokumen keluarga, menjadi bukti keseriusan mereka.

Keluarga ini adalah keluarga Bapak Ludwig Nathanael Natakusuma, bersama istri dan anak-anaknya. Awalnya mereka berasal dari Kristen Protestan, dengan latar belakang gereja GBI (Gereja Bethel Indonesia). Namun, perjalanan hidup yang penuh ujian justru membuka pintu hidayah untuk kembali ke fitrah Islam.

Awal Mula Perjalanan Hijrah

Kisah bermula dari pengalaman spiritual Bapak Ludwig. Ia menceritakan bahwa beberapa tahun sebelumnya ia kerap bermimpi tentang “hijrah”. Awalnya, ia mengira hijrah berarti pindah rumah atau pindah tempat tinggal. Namun ternyata, makna hijrah jauh lebih dalam.

Usaha yang pernah ia jalankan hancur, istrinya kehilangan pekerjaan, bahkan sampai tidak mampu membayar uang sekolah anak pertama. Hidup yang dulu stabil tiba-tiba runtuh. Dari kondisi ini, mimpi hijrah semakin sering datang, membuatnya semakin bingung apa maknanya.

Hingga suatu saat, masalah demi masalah menimpa. Dari pengusiran rumah hingga perlakuan kasar dari lingkungan sekitar gereja tempat tinggal mereka. Dalam kondisi penuh tekanan, Bapak Ludwig mulai mencari ketenangan. Diam-diam ia menonton ceramah Islam di televisi, mendengar tausiyah, bahkan mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an setiap malam. Ajaibnya, setiap kali mendengar lantunan itu, hatinya terasa tenang, plong, seakan menemukan sesuatu yang hilang selama ini.

Hidayah yang Menyapa

Mimpi “hijrah” itu terus datang. Bahkan, dalam mimpinya ia didatangi sosok laki-laki yang berulang kali hanya mengucapkan satu kata: “Hijrah.”

Hidupnya pun berubah drastis. Berat badan turun hampir 30 kilogram dalam enam bulan, bukan hanya karena masalah ekonomi, tapi juga karena tekanan batin. Namun di balik itu, ia merasakan ketenteraman baru dari ajaran Islam.

Ia pun mengajak istrinya untuk sama-sama mendengar lantunan Al-Qur’an. Awalnya sang istri menolak, merasa terganggu. Namun lama kelamaan, ia pun merasakan ketenteraman yang sama. Dari sinilah keluarga kecil ini mulai yakin bahwa jalan hijrah bukanlah sekadar pindah rumah, tetapi pindah keyakinan kembali ke Islam.

Dukungan dan Kebersamaan dalam Keluarga

Istri Bapak Ludwig, Ibu Teti, mengakui bahwa perjalanan ini bukan keputusan sehari dua hari. Sebagai keluarga besar yang mayoritas Kristen, tentu ada pergumulan batin yang panjang. Namun, sebagai seorang istri, ia teringat ajaran pernikahan: bahwa suami dan istri adalah satu tubuh, satu daging. Maka ia memutuskan untuk taat dan ikut suami, agar keluarga tetap utuh.

Baginya, tidak mungkin dalam satu rumah ada dua keyakinan yang berbeda. Anak-anak pun bisa bingung. Karena itu, ia mantap untuk ikut bersama suaminya kembali ke Islam, apa pun risiko yang harus dijalani.

“Kalau suami adalah nakhoda kapal, maka keluarga harus ikut ke arah yang ia pilih,” ujarnya. Keputusan ini pun menjadi langkah besar bagi keluarga mereka.

Penyambutan Syahadat

Dalam acara tersebut, hadir pula Ustaz Ahmad Kainama, Ustaz Ipung, serta beberapa tokoh dari Mualaf Center Aya Sofya. Ustaz Kainama menegaskan bahwa setiap orang yang bersyahadat memiliki kisah yang unik. Tidak ada yang sama, bahkan bisa sangat berbeda 180 derajat.

Beliau mengingatkan bahwa syahadat bukanlah sesuatu untuk dipermainkan atau dijadikan alasan ekonomi, melainkan panggilan hati yang tulus. Karena itu, proses pembimbingan dilakukan dengan hati-hati agar keluarga ini benar-benar siap lahir batin.

Anak mereka, Lisia, dipandu terlebih dahulu untuk mengucapkan syahadat, disusul oleh Bapak Ludwig dan Ibu Teti. Prosesi ini berlangsung dengan penuh haru, saksi akan kembalinya mereka ke fitrah Islam.

Tantangan dan Harapan

Ustaz Kainama juga mengingatkan, bahwa keputusan ini pasti akan menimbulkan tantangan, apalagi mereka tinggal di lingkungan gereja. Namun beliau menekankan pentingnya keyakinan penuh pada Allah, Sang Pencipta yang telah memberikan mimpi dan jalan hidayah kepada keluarga ini.

Hijrah bukan sekadar perubahan lahiriah, tetapi juga langkah spiritual untuk menyerahkan hidup, mati, dan ibadah hanya kepada Allah.

“Syahadat itu bukan untuk membuat orang tambah susah. Syahadat adalah jalan keselamatan,” tegas beliau.

Ketika Hidup Serasa Buntu

Dalam hidup, ada saat-saat di mana manusia merasa berada di titik terendah. Begitu pula yang dialami oleh Bapak Ludwig. Dalam kesaksiannya, ia menceritakan betapa sulitnya kehidupan yang ia jalani sebelum akhirnya Allah membimbingnya menuju Islam.

Saat itu, ia bahkan bingung bagaimana cara membayar sekolah anak-anaknya. Uang tidak ada, kebutuhan menumpuk, rumah pun terasa tidak pasti sampai besok akan ditempati di mana. Dalam keadaan penuh tekanan, ia merasa seolah-olah seluruh beban hidup menindih tubuhnya hingga berat badannya turun drastis.

Namun di balik itu semua, justru ada sesuatu yang menggetarkan. Sebuah suara lembut, kekuatan tak kasat mata, yang seakan berbicara dalam hatinya:

“Natanael, beranikah kau mempertaruhkan seluruh hidupmu kepada-Ku, Penciptamu? Yakinlah, Aku akan menjamin masa depan yang baik bagimu. Aku akan menghadapkan wajah-Ku kepadamu, menyinarimu, dan memberimu damai sejahtera.”

Kalimat itu membekas dalam-dalam, seakan menjadi panggilan ilahi untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.

Suara Hidayah: Hijrah, Hijrah, Hijrah

Tidak berhenti di situ, panggilan itu datang berulang kali. Sampai empat kali ia mendengar bisikan yang sama: “Hijrah, hijrah, hijrah…”

Pertama ia sempat ragu, jangan-jangan ini hanya ilusi karena himpitan ekonomi. Jangan-jangan hijrah ke Islam hanya akan dianggap sebagai jalan mencari uang, rumah, atau pekerjaan. Namun Ustaz Ipung yang mendampinginya memberi penegasan:

“Kalau hijrah karena ingin rumah, ingin uang, itu sama saja memalak Allah. Hijrah bukan soal harta benda, tapi soal menyerahkan seluruh hidup kita kepada Sang Pencipta.”

Pesan ini membuat Bapak Luduik tersadar. Ia tidak lagi memandang hijrah sebagai solusi ekonomi semata, melainkan sebagai jalan hidup baru yang sepenuhnya ditujukan kepada Allah.

Penyerahan Total: 100% untuk Allah

Dalam momen itu, Bapak Luduik ditantang untuk benar-benar berani. Bukan setengah hati, bukan separuh keyakinan. Tapi 100% menyerahkan hidupnya kepada Allah.

Istri beliau, Ibu Teti, dengan penuh cinta pun mendukung langkah besar ini. Ia berkata dengan lantang, “Aku ikut suamiku. Ke mana pun dia pergi, aku ikut.” Sebuah pernyataan sederhana, namun sarat dengan iman dan kesetiaan yang luar biasa.

Momen Agung: Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat

Akhirnya, tibalah saat yang penuh haru. Dengan dipandu Ustaz Ipung, Bapak Luduik menggenggam tangan, menundukkan hati, dan melafalkan dua kalimat syahadat:

“Ashhadu an laa ilaaha illallaah, wa ashhadu anna Muhammadan rasulullah.”

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”

Takbir pun menggema: “Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

Air mata mengalir, suasana dipenuhi rasa syukur. Dengan penuh kerendahan hati, Ustaz Ipung menyatakan bahwa sejak detik itu dosa-dosa Bapak Ludwig dan Ibu Teti telah dihapus oleh Allah, diganti dengan lembaran putih bersih, seperti bayi yang baru lahir.

Iman yang Tulus, Bukan Sekadar Materi

Pesan penting kembali ditegaskan: Islam bukanlah agama abu-abu. Tidak ada separuh-separuh. Jika masuk Islam, maka harus total menyerahkan diri, bukan karena mengharap rumah, uang, atau keuntungan duniawi.

Ustaz Ipung menegaskan:

“Kalau hijrah hanya karena ingin rumah kecil, itu terlalu kecil. Allah itu Maha Besar. Dia punya rencana jauh lebih indah. Serahkan seluruh hidupmu kepada-Nya, maka engkau akan melihat betapa indahnya takdir yang Allah sediakan.”

Dukungan Rohani dan Doa

Dalam momen itu, doa dipanjatkan dengan penuh khidmat. Semua yang hadir mendoakan agar keluarga Bapak Ludwig dan Tante Teti diberi keberkahan, keteguhan iman, dan kemudahan dalam urusan hidup.

Bahkan, Ustaz Ipung meminta agar kelak Bapak Luduik juga mendoakan beliau. Karena doa dari seorang mualaf yang baru bersyahadat sangatlah istimewa, doa orang yang baru saja dihapuskan dosanya, bersih seperti salju.

Ujian adalah Bagian dari Cinta Allah

Tidak ada hidup tanpa ujian. Setelah bersyahadat, bukan berarti jalan akan mulus tanpa cobaan. Ustaz Ipung mengingatkan kisah Nabi Ayyub AS yang diuji dengan kehilangan harta, anak, kesehatan, bahkan ketampanan. Namun beliau tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah.

Inilah rumus dalam Islam:

  • Sabar saat ditimpa cobaan.
  • Syukur saat menerima nikmat.

Dari sini kita belajar bahwa ujian bukan tanda Allah benci, melainkan bukti Allah mencintai hamba-Nya.

Hidayah adalah Anugerah Terbesar

Kisah hijrah Bapak Ludwig dan Ibu Teti menjadi saksi bahwa hidayah tidak dapat dibeli dengan harta, tidak bisa ditukar dengan jabatan, dan tidak bisa dipaksakan. Hidayah adalah murni pemberian Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Hari itu, sebuah keluarga menemukan cahaya Islam di tengah kesulitan hidup. Mereka bukan hanya menemukan solusi untuk masalah dunia, tapi juga pintu menuju keselamatan akhirat.

“Maka bersyukurlah, karena harta bukan tanda cinta Allah. Firaun kaya raya, sehat, dan berkuasa, tapi ia paling dibenci Allah. Sedangkan orang biasa yang diberi hidayah, dialah yang sungguh dicintai Allah.”

Semoga kisah ini menjadi penguat bagi kita semua bahwa seberat apa pun beban hidup, Allah selalu membuka jalan bagi hamba yang mau berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.


Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).


ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?

REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA


SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:

MUALAF CENTER AYA SOFYA

PRODUK PARFUM AYA SOFYA


MEDIA AYA SOFYA

Website: www.ayasofya.id

Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA

YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA

Instagram: @ayasofyaindonesia

Email: ayasofyaindonesia@gmail.com


HOTLINE:

+62 851-7301-0506 (Admin Center)
CHAT: wa.me/6285173010506

+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100

+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361


ADDRESS:

MALANG: INSAN MOKOGINTA INSTITUTE, Puncak Buring Indah Blok Q8, Citra Garden, Kota Malang, Jawa Timur.

PURWOKERTO: RT.04/RW.01, Kel. Mersi, Kec. Purwokerto Timur., Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah

SIDOARJO: MASJID AYA SOFYA SIDOARJO, Pasar Wisata F2 No. 1, Kedensari, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.

SURABAYA: Purimas Regency B3 No. 57 B, Kec. Gn. Anyar, Kota SBY, Jawa Timur 60294.

TANGERANG: Jl. Villa Pamulang No.3 Blok CE 1, Pd. Benda, Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten 15416

BEKASI: Jl. Bambu Kuning IX No.78, RT.001/RW.002, Sepanjang Jaya, Kec. Rawalumbu, Kota Bks, Jawa Barat

DEPOK: Jl. Tugu Raya Jl. Klp. Dua Raya, Tugu, Kec. Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451

BOGOR: Jl. Komp. Kehutanan Cikoneng No.15, Pagelaran, Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 16610

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.