KAJIAN KRISTOLOGI MUALAF CENTER BALI: PERDEBATAN CERDAS ABU HANIFA DENGAN PEMUKA AGAMA

Perdebatan Abu Hanifah dengan Kaum Khawarij

Mualaf Center Aya Sofya Bali akan membagikan cara berdakwah dengan berbagai golongan manusia. Sebagaimana meneladani kisah Abu Hanifah yang pernah berdebat dengan kaum Khawarij. Kita perlu mengetahui bahwa kaum Khawarij selalu mengkafirkan pelaku dosa besar karena memang kaidah mereka seperti itu.

Siapapun yang melakukan dosa besar dan kafir di dunia maka ketika mati akan masuk neraka dan kekal didalamnya. Sedangkan menurut keyakinan ahli sunnah seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidaklah kafir melainkan tetap mukmin tetapi keimanannya kurang.

Karena keimanan itu terkadang dapat bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Contohnya meminum khamr adalah suatu dosa besar maka orang Khawarij akan mengatakan bahwa peminum khamr itu kafir. Sedangkan menurut ahli sunah akan mengatakan bahwa dia tidak kafir melainkan tetap mukmin hanya saja keimanannya kurang sehingga melakukan maksiat.

Jadi suatu ketika di Masjid Kufah ada dua jenazah yakni jenazah seorang muslim dan muslimah. Muslim itu meninggal karena meminum khamr, sedangkan seorang wanita meninggal setelah setelah berzina dan melahirkan. Ketika itu Abu Hanifah datang dan ingin mensholatkan kedua jenazah itu. Namun, dihadang oleh orang Khawarij sambil mengacungkan pedang kearahnya dan berkata: “wahai Abu Hanifah, hendak kemana engkau pergi?”. Abu Hanifah berkata: “Saya ingin mensholati kedua orang itu, seorang muslim dan muslimah”.

Kata orang khawarij itu: “Wahai Abu Hanifah, saya ingin tanya sebelum engkau masuk ke Masjid. Bagaimana hukum keduanya, kalau kau katakan kedua orang itu kafir maka kau diatas manhaj kami dan kau telah selamat. Tapi seandaikan jika kau katakan keduanya mukmin maka kami akan menebas lehermu dengan pedang kami”.

Abu Hanifah berkata: “apakah dua jenazah itu adalah orang Yahudi?”. Kaum Kawarij itu berkata: “bukan, mereka adalah muslim tapi mereka yang satu mati setelah minum khamr dan satunya lagi berzinah”. Abu Hanifa berkata: “apakah dua jenazah itu adalah orang Nasrani?”. Kaum Kawarij itu berkata: “bukan, mereka adalah muslim tapi mereka yang satu mati setelah minum khamr dan satunya lagi berzinah”. Abu Hanifa berkata: “apakah dua jenazah itu adalah orang Majusi?”. Kaum Kawarij itu berkata: “bukan, mereka adalah muslim tapi mereka yang satu mati setelah minum khamr dan satunya lagi berzinah”.

Abu Hanifah berkata: “Kalau kalian mengatakan mereka muslim maka selesailah urusan ini. Aku tidak menghukumi mereka ini muslim tapi itu dari kalian sendiri maka biarkanlah aku mensholatkannya”. Perdebatan tidak sampai disitu, kaum Khawarij bertanya kepada Abu Hanifah dengan berkata: “Wahai Abu Hanifah, jika mereka muslim dan mati maka kemanakah mereka akan pergi? Ke syurga ataukah neraka?”.

Mendengar pertanyaan itu Abu Hanifah berkata: “Aku tidak bisa mengatakan surga atau neraka tapi aku ingat perkataan dari Isa bin Maryam atau Musa bin Imron bahwa kalau Engkau mengazab mereka itu sesungguhnya hambaMu, tapi kalau Engkau mengampuni mereka itu sesungguhnya Engkau maha pengampun dan bijaksana. Sesungguhnya itu adalah urusan Allah, aku tidak bisa menghukumi mereka masuk surga atau neraka”.

Perdebatan Abu Hanifah dengan Seorang Ulama Ahlul Bait

Selain dengan Kaum Khawarij, Abu Hanifah juga perna berdebat dengan Muhammad Al Bakhir (seorang ulama ahli sunnah) yang merupakan keturunan Rasulullah yang sangat disanjung oleh Syiah. Suatu ketika Muhammad Al Bakhir mendengar bahwa mendahulukan akal daripada hadist Rasulullah karena kita pun tahu kecerdasanya menggunakan akal untuk berdebat dalam perdebatan sebelumnya.

Suatu ketika Abu Hanifah sedang berangkat haji ke Makkah, kemudian sepulangnya haji beliau mampir ke Madinah. Ketika itu beliau berjumpa dengan Muhammad Al Bakhir. Muhammad Al Bakhir saat itu berkata: “Saya ingin berjumpa dan bertabayun dengan Abu Hanifah, datangkanlah dia kemari”. Maka datanglah Abu Hanifah sampai ke rumah Muhammad Al Bakhir dan ditanyalah beliau: “Wahai Abu Hanifah, aku mendengar engkau mengagungkan akalmu dan menghina hasidt kakekku (Nabi Muhammad)”.

Abu Hanifah berkata: “Aku tidak perna menghina hadist-hadist kakekmu dan aku tidak perna mengagungkan akalku dibandingkan hadist Rasulullah”. Muhammad Al Bakhir berkata: “Tapi itulah yang sampai kepadaku maka sekarang buktikan kepadaku jika kau tidak seperti itu”. Maka ketika itu Abu Hanifah datang dihadapan Muhammad Al Bakhir tapi tidak mau duduk di kursi yang telah disediakan melainkan duduk dibawah sambil wajahnya memandang Muhammad Al Bakhir.

Muhammad Al Bakhir berkata: “Aku sudah menyediakan kursi maka seharusnya kau duduklah di kursi itu, kenapa kau duduk di bawah sini?”. Abu Hanifah berkata: “inilah kedudukanku dengan dirimu, sebagaimana kedudukan para sahabat dengan Rasulullah”. Dari perbuatannya itu Abu Hanifah ingin menjelaskan kalau beliau sebenarnya menghargai para Ahlul Bait, sehingga mana mungkin beliau menghina hadist Rasulullah.

Kemudian Muhammad Al Bakhir berkata: “Wahai Abu Hanifah, oleh karena itu sekarang coba jelaskan bahwa kau tidak menggunakan akalmu untuk menghina hadist-hadist Rasulullah”. Ketika itu Abu Hanifah berkata: “Wahai Ahlul Bait, aku ingin bertanya kepadamu, di zaman Rasulullah manakah yang lebih kuat antara laki-laki ataukah perempuan?”.

Kata Muhammad Al Bakhir: “Wahai Abu Hanifah, kaupun tau bahwa laki-laki lebih kuat dari pada wanita. Hal itu karena laki-laki lebih kuat tenaga dan akalnya”. Menanggapi hal itu Abu Hanifah berkata: “Kalau memang laki-laki lebih kuat, maka dalam pembagian waris manakah yang lebih banyak untuk laki-laki yang kuat ataukan perempuan yang lemah?”.

Kata Muhammad Al Bakhir: “kaupun tahu bahwa perempuan separuh dari laki-laki”. Mendengar jawaban itu abu Hanifah berkata: “kalau aku memakai logika maka seharusnya laki-laki mendapatkan waris separuh dari perempuan karena perempuan itu lemah dan tidak bisa mencari harta. Tetapi karena ketentuannya seperti itu maka aku tidak bisa mengatakan apapun”.

Tidak sampai itu saja, Abu Hanifah memberikan penjelasan kedua dengan perumpamaan lain: “Ketika membasuh dan mengusap sepatu khuf maka sudah seharusnya kita membasuh bagian yang kotor dan bagian yang kotor itu sudah pasti di bagian bawah. Jika aku menggunakan akal maka mereka akan menyuruh membasuh bagian bawah bukan mengusap atasnya tapi karena memang itu ketentuannya maka aku tidak bisa mengatakan apapun”.

Sampai pada penjelasan ketiga, Abu Hanifah menjelaskan dengan menggunakan dalih seorang wanita yang sedang haid, beliau berkata: “Kaupun tahu jika seorang wanita haid harus meninggalkan sholat dan puasa. Sesungguhnya lebih utama sholat lalu puasa, tetapi kenapa yang diperintahkan untuk mengqhada adalah puasa bukan shalat? Jika aku menggunkaan akal maka seharusnya sholat yang harus diqhada karena sholat lebih penting daripada berpuasa. Tapi nyatanya perintahnya seperti itu aku tidak bisa mengatakan apapun”.

Sesungguhnya Allah memerintahkan kita (ummat Islam) untuk senantiasa mengajak saudara kita yang belum mendapatkan hidayah Allah untuk berusaha mendapatkan hidayah-nya dengan cara belajar agama Islam. Bersama Mualaf Center Bali dan Mualaf Center Nasional Aya Sofya, siap membantu mualaf yang membutuhkan pertolongan baik secara fisik, materi, ataupun solusi dari masalah yang dialami seorang mualaf.

Kami siap melakukan edukasi atau advokasi bagi mualaf di seluruh Indonesia untuk mendalami dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kesehariannya, serta membina para mualaf agar produktif dalam syi’ar dan dakwah, serta mandiri secara finansial dalam kehidupan yang berlandaskan iman, taqwa, dan cinta tanah air.

Mualaf Center Nasional Aya Sofya senantiasa menyambut dengan hangat saudara kita yang telah mendapatkan hidayah ingin memeluk agama Islam dengan adanya pembinaan dari mulai pengenalan dasar ke-Islaman hingga mempelajari ilmu keagamaan mulai dari tingkat dasar sampai lanjutan.

Lembaga ini juga difokuskan dalam pemberdayaan ummat kepada para mualaf di seluruh Indonesia dengan menjadi media perantara yang menyalurkan dan menjembatani para Muhsinin (orang-orang baik) untuk saling berbagi sebagian rizkinya kepada saudara kita para mualaf dhuafa di pelosok-pelosok nusantara.

“Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai Agamaku dan Muhammad sebagai Nabi-ku dan Rasul utusan Allah”: maka aku adalah penjaminnya, dan akan aku gandeng dia dengan memegang tangannya, sampai aku memasukkannya ke dalam Surga. (HR. At-Thabrani)


Rekomendasi artikel:


Mualaf Center Nasional AYA SOFYA Indonesia Adalah Lembaga Sosial. Berdiri Untuk Semua Golongan. Membantu dan Advokasi Bagi Para Mualaf di Seluruh Indonesia. Dengan Founder Ust. Insan LS Mokoginta (Bapak Kristolog Nasional).


ANDA INGIN SUPPORT KAMI UNTUK GERAKAN DUKUNGAN BAGI MUALAF INDONESIA?

REKENING DONASI MUALAF CENTER NASIONAL AYA SOFYA INDONESIA
BANK MANDIRI 141-00-2243196-9
AN. MUALAF CENTER AYA SOFYA


SAKSIKAN Petualangan Dakwah Seru Kami Di Spesial Channel YouTube Kami:

MUALAF CENTER AYA SOFYA


MEDIA AYA SOFYA

Website: www.ayasofya.id

Facebook: Mualaf Center AYA SOFYA

YouTube: MUALAF CENTER AYA SOFYA

Instagram: @ayasofyaindonesia

Email: ayasofyaindonesia@gmail.com


HOTLINE:

+62 8233-121-6100 (Ust. Ipung)
CHAT: wa.me/6282331216100

+62 8233-735-6361 (Ust. Fitroh)
CHAT: wa.me/6282337356361


Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.